Homeschool = home .. is..cool.
Istilah ini bukan buatanku. Melainkan pemberian cuma-cuma dari mbak Jessica. Salah satu ibu pelaku HS [homeschooling] untuk anaknya di Indonesia. Dari mbak Jess ini, saya bisa berselancar menuju satu per satu bilik rumah pelaku HS. Menarik. Inspiratif. Membuat iri dan malu pada diri sendiri.
Mengapa hal ini sampai membuatku malu ?
Pertama. Ketika aku membiarkan anak-anakku, mencorat coret dinding, atau menggambari sekujur tubuhnya dengan pulpen, aku sudah mendapat tentangan yang keras dari sekitar. Bahkan saudaraku pun, mengkaitkan hal itu sebagai salah satu gangguan syetan. Yang ada ketika anakku masih dalam kandungan. Yaitu akibat aku tidak pandai berdo'a ketika sedang hamil.
Dinding rumahku tak pernah luput dari coretan. Alhasil tak mungkin bisa tampak cling dan bersih. Aku dan suami bersikeras bahwa ini benar. Untuk menyalurkan kreativitas anak sekaligus membangun kepercayaan dirinya. Jika setiap bangun tidur mereka bisa melihat hasil karya mereka, pasti ada senyum bangga di hatinya kan. Sehingga 'self esteem' bisa terpupuk dengan baik.
Tetapi, dari sebuah blog sharing homeschooling Indonesia, Daramaina.com, saya kebakaran [jenggot ? ah, saya tak berjenggot] alis. Alis berkerut melihat foto anak beliau sedang mengoleskan cat berwarna biru pada dinding jendela rumah. Lho kok, segitu permisifnya mereka pada perilaku kreatif anak-anak yang ujung-ujungnya bisa meningkatkan keringat ibu untuk membersihkannya.
Saya merasa masih kalah. Kalah besar. Apalagi setelah uraiannya dalam menjalankan pendidikan rumah untuk anaknya sejak batita. Wow, jempol saya langsung terangkat ke atas. Salut. Pol salutnya.
Saya bukan phobia sekolah. Maupun penjunjung tinggi homeschooling adalah segalanya. Saya berada di tengah-tengah. Karena dengan segala keterbatasan saya, saya mengakui ketidakmampuan untuk penuh mendidik anak hanya di rumah. Atau tidak sekolah formal sama sekali. Saya masih butuh keahlian pengajar lain untuk menjadi fasilitator ilmu untuk anak saya. Juga sebagai pelatih untuk pembiasaan yang baik.
Yang penting dari info HS ini adalah, setiap ibu dan bapak atau siapapun yang terlibat di dalamnya, terutama pengajar. Adalah pejuang ilmu yag dedikasinya sangat besar. Mengapa? karena pekerjaan rumah tangga saja bisa menyita perhatian begitu besar. Apalagi ditambah kita harus mengerem keinginan untuk segera membereskan segalanya, demi mengajak anak ikut serta dan belajar sesuatu di dalamnya. Contoh, mengajak mereka memasak, mengaduk adonan donat, mencetak, dsb. Tentu memakan waktu lebih lama daripada kita sendiri yang menyiapkan semuanya. Iya kan.
Namun, NO PAIN NO GAIN. Pengorbanan para ibu HS ini perlu diteladani. Sesedikit apapun yang bisa dilakukan, maka kulakukan. Jadi singkatnya, aku ini adalah pelaku semi-homeschooling.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments