Oogway dan Katara, Dua Tokoh Fiksi Yang Menginspirasi

1 comment

Master Oogway memejamkan mata. Masih dengan tenang dia menjawab cemoohan musuhnya yang gagal mengalahkannya. Jawaban master Oogway, kura-kura tua gurunya si Kungfu Panda itu nanceep banget di hati saya.

"Memang bukan aku yang ditakdirkan untuk mengalahkanmu."

Wow, master. Yang ilmu kungfunya mumpuni. Tidak masalah jika dia bukanlah jalan solusi dari semua masalah. Jadi tertohok, nyadar. Teringat lagi saran seorang teman. "Bantu dirimu sendiri dulu, Hen, baru bantu orang lain."

Ya, mereka berdua benar.
Saya pernah ada di masa ingin jadi "superhero". Segala ada masalah, langsung dipikirin dan maju ke depan. Pasang badan. Merasa wajib jadi pahlawan. Ga peduli diri sendiri lapar, capek,pusing atau jadi banyak pikiran.

Merasa bersalah jika tidak berbuat sesuatu itu, yang menjadi motivasi saya jadi (sok) pahlawan. Hasilnya? Lebih banyak nggak sesuai harapan. Yaa, namanya hidup orang coy, nggak bisa dalam kendali. Mau sejontor apapun bibir kita ngasih edukasi, yang namanya karakter ya karakter. Udah deh, saya mengamini master Oogway saja. Jika belum bisa mengulurkan tangan, mungkin bukan saya yang ditakdirkan jadi jalan.

Dengan ini, saya jadi tenang.
Makin tenang, kuat, kalem dan mengikuti arus air. Saya juga berusaha tegar dengan segala kondisi pahit yang telah terjadi dan yang akan datang. Masih punya akal sehat dan hati nurani "keibuan" seperti Katara Sang Pengendali Air.

Katara.
Dengar nama Katara saja, saya suka.
Jika ditakdirkan mendapat anak perempuan,  mungkin akan saya beri nama Katara Mumtaz deh :)

Saya suka gestur Katara yang tenang, sigap dan kuat dalam mengendalikan air. Dengan gerakan Chi, Katara mampu mengendalikan air, uap air dan es. Sehingga bisa melindugi sekaligus menyerang.

Gitu deh asiknya. Kalem aja kalau mau ngapa-ngapain. Tenang belajar sepenuh hati. Berlatih tiada henti. Dan berisiklah hanya dengan karya asli.

Itulah tokoh fiksi yang menginspirasiku.
Bagaimana dengan anda?

Semoga menginspirasi.
Heni Prasetyorini

Anakku Ingin Masuk SMK dan Saya Jungkir Balik Untuk Mendukungnya

2 comments

Di keluarga besar kami, belum ada satu pun generasi kedua yang masuk SMK. Sekolah Menengah Kejuruan.
Yang ada, kakak perempuan saya no. 2, dulu masuk SMEA Swasta pinggiran. Dan itu bukan karena pilihan, melainkan karena nilainya kecil, tidak diterima di SMA Negeri.
Jadi, persepsi keluarga besar kami masih begitu. SMK adalah pelarian karena tidak diterima sekolah umum negeri.

Awalnya, saya dan suami juga merancang hal yang sama. Sealur dengan kami berdua, kami ingin anak-anak kami juga begitu. Masuk SD,SMP, SMA, kuliah, kerja.
Akan tetapi, saya mulai melihat gelagat berbeda dari anak sulung saya. Sampai suatu saat, ketika dia hampir naik kelas 2 SMP, dia bilang kalau nanti lulus, mau masuk SMK saja.

"Aku ingin tiap hari bisa "main" komputer, ma."
Itu alasan yang dibuat anakku.

Main disini, bukan sekedar main game atau main-main. Tetapi dia ingin mengeksplorasi komputer, internet, software, dunia animasi dan game developing.

"Aku ingin jadi hacker!"
Itu kalimat spontan yang dia ucapkan beberapa kali.

Hacker?
Anakku mau jadi penyusup ke database orang?
Merusak jaringan keamanan negara?
Haduh, panik. Saya panik. Terlebih suami saya, dia jauh lebih panik. Sekuat tenaga dia menolak rencana anak saya. Dia berusaha meminta saya membujuk anak saya. Dan itu saya lakukan juga.

Note: belakangan saya ketahui kalau penyusup itu bukan hacker namanya, tapi crack'er. Kalau hacker baik konotasinya. Begitulah, saya juga belum begitu paham :)

Namun, sejak mula saya tidak ingin jadi ortu yang otoriter. Saya pun tak mau hanya nuruti alur mainstream yang dianut kebanyakan orang. Saya punya patokan dan kekaguman luar biasa, kepada siapa saja yang mempunyai profesi yang disukai. Entah itu pelukis  penulis, penjual tahu tek legendaris atau bahkan guru.

Saya suka sekali mengamati pancaran mata mereka, nada bicara yang berapi-api, ketika menceritakan pekerjaannya. Profesinya. Bukan jumlah harta bendanya. Saya ingin anak-anak saya seperti mereka.

Maka dari awal, saya berusaha mengamati minat dan bakat anak-anak saya. Dan sebisa mungkin saya arahkan.

Kembali ke anak sulung saya. Dia memang punya minat dan bakat besar pada dunia komputer dan Teknologi Informasi.

Saya ingat, waktu dia masih umur 3 tahun, sudah bisa mengganti screen saver komputer, tanpa diajari siapapun. Dia hanya mengamati saya dan bapaknya ketika ngetik di komputer.

Lalu berkembang dia main game di komputer. Serta apa saja dia oprek. Sampai ada file ilang, hard disk rusak bahkan motherboard yang harganya lumayan itu, kudu ganti beberapa kali.

Untuk mengatasi kegemaran main game, saya arahkan dia menulis review di blog. Namun, akhirnya dia memilih membuatnya di you tube. Dan itu semua prosedur, aplikasi, software apapun, dia pelajari sendiri, dia cari sendiri, didonlot sendiri. Kami hanya menyediakan wifi dan menambah spesifikasi CPU.

Bahkan menguprek coding pun dia coba. Itu semua berkat kegemarannya pada game Minecraft.

"Aku ingin jadi programmer!" Sekarang itulah yang ingin dikerjakannya.

Bagaimana saya jungkir baliknya?
Fiuuhhh keringat saya banjir jika mengingatnya.

Pertama, Saya berusaha keras mencari pendukung atau info alternatif bahwa pilihan anak saya tidak salah. Setiap ada kegiatan blogger yang berkaitan dengan game, coding,programer, saya ikuti. Dengan muka tembok, saya hampiri narasumbernya yang biasanya programmer atau game developer.

"Maaf mas, kenalkan saya bu Heni. Anak saya suka game, ingin belajar pemrograman dan ingin masuk SMK. Boleh kita sharing?"

Alhamdulillah mereka pada baeeek semua. Mau ngikutin aja ulah emak-emak kayak saya.

Kedua, saya masih harus meyakinkan suami saya bahwa pilihan anak saya tidak salah. Dan ini beratnya minta ampuun. Suasana rumah jadi tegaaang. Anak saya bete, suami bete. Saya kejepit di tengah.
Perlahan saya yakinkan suami, bahwa saya kenalan dengan para programmer dan game developer. Bahwa persepsi kami selama ini keliru. Mereka bukan sekedar orang malas yang kerjaannya cuma main game.

"Tapi anak kita laki-laki. Harus kerja ngasih nafkah anak istrinya nanti. Kalau SMK ntar nggak bisa kerja bagus. Cuma jadi "pekerja". Nggak bisa kuliah, susah." Begitu argumen suami saya sebelumnya.

Dan jawaban saya adalah, "justru karena anak kita laki-laki, biarkan dia ambil keputusan sendiri. Sesuai minatnya. Sekarang jamannya dunia kreatif. Buanyak peluang kerja terbuka, bahkan mereka bisa bisnis sendiri. Hey, mereka generasi Z, generasi millenial, nggak bisa dipaksa kaku seperti kita dulu. Ayo ikut aku, kenalan sama narsum yang kutemui kemarin itu."

Begitulah seorang ibu ya. Mau ada granat pun berani diinjak demi kebahagiaan anaknya.

Untunglah sekarang pamor SMK semakin naik. Terlebih kakak sulung saya bercerita tentang Jerman. Disana ekonominya kuat karena banyak lulusan SMK yang siap kerja dan buka bisnis sendiri. Beliau pun menggiatkan pentingnya SMK bersama bapak Anies Baswedan, ketika bertemu di Indonesia atau Jerman.

Begitulah. Anak saya ini akademisnya lumayan. Juara kelas dan rangking 3 paralel. Kami dulu yakin, dia akan jadi ilmuwan. Ternyata dia nggak begitu minat otak-atik rumus seperti kami. Tapi sekarang, ilmu IT nya melejit sendiri dan kami tidak paham.

Baru setelah saya ikut Coding Mum kemarin, saya sedikit ngeh dengan kerjaan anak saya.

Sekarang, saya dan suami sudah plong menerima rencana anak saya. Dia sekarang masih kelas 3 SMP atau kelas 9. Anak saya dan saya berkomitmen belajar lebih giat agar tembus ke SMKN 1 Surabaya. Yang kabarnya terbaik untuk jurusan pemrograman. Khususnya jurusan RPL (Rekayasa Piranti Lunak).

Alhamdulillah dari acara Female Dev dari Intel XDK kemarin, saya kenalan dengan YR, alumni SMKN 1 Sby. Gadis manis berjilbab lebar itu, saya akrabi sepenuh hati. Demi informasi, motivasi sekaligus tempat nanya-nanya trik lulus dan dapat masuk PENS ITS tanpa ujian.

Semoga langkah kami tepat.
Mengarahkan anak sesuai minat dan bakat.

Bagaimana pendapat anda?

Semoga menginspirasi.
- Heni Prasetyorini -


Ide Membuat Superstart Education Training Sebagai Materi OSPEK Siswa Baru

1 comment
the secret in education lies in respecting the students

Hari Senin depan, sudah terbuka gerbang sekolah setelah liburan panjang. Berkaitan dengan penerimaan siswa atau mahasiswa baru, maka isu lama kembali berkembang. Yaitu isu tentang OSPEK atau LOS atau MOS. Ketiganya memberikan makna yang sama, yaitu suatu kegiatan untuk Orientasi Siswa baru, agar siap masuk ke jenjang pendidikan baru. 

OSPEK yang "kejam", aneh, nggak masuk akal, penuh "bullying" dan menciutkan nyali siswa baru, sudah saya alami beberapa kali. Jaman dulu, semakin "kejam", panitia semakin yakin itu adalah cara paling baik dan elegan untuk mempersiapkan adik-adik kelasnya. Biar mereka kuat mental, kuat fisik dan siap belajar adalah alasan yang diambil dibalik hidden agenda sebagai "balas dendam" terhadap perlakuan tak enak dari senior senior sebelumnya. Hal ini terus saja berputar putar seperti lingkaran pemain Roda Setan yang ada di acara Pasar Malam. Serem, bikin deg-degan namun asik jadi "tontonan".

Menyadari resiko besar dan berat dari konsep ospek kejam ini, maka para pemerhati pendidikan dan pemangku kebijakan pendidikan melakukan segala cara agar kita bisa memberikan masa orientasi siswa baru lebih akademis dan elegan. 

Siswa baru perlu disiapkan untuk siap memasuki kelas belajar. Maka perlu diberikan pengenalan secara akademis, kreatif dan masuk akal. 

Jangan ada lagi tugas menghitung jumlah beras, kacang hijau atau bicara pada spion. Itu tidak masuk akal. Lebih baik, mereka diberikan training cara membaca cepat, mencatat dengan mind map, dll. 

[Bpk. Anis Baswedan. Good Morning Net TV, 14 Juli 2016]

Kebetulan, konsep memberikan materi pendidikan di masa penerimaan siswa baru itu, pernah saya buat sewaktu kuliah pascasarjana Teknologi Pendidikan di Unesa. Tugas yang diberikan oleh dosen materi Teori Pembelajaran ini, saya beri nama SUPERSTART EDUTRAINING. Konsepnya silahkan dibaca dari 3 gambar slide dibawah ini:

superstart education training
Superstart Edutraining meliputi konsep :
Super Learning, Learning Style, Brainbased Learning dan Smart Spirit



Superstart Edutraining adalah konsep pelatihan singkat untuk siswa atau mahasiswa baru, dengan dasar mempelajari dan menguasai bagaimana cara belajar yang tepat dan efektif ( Learning How To Learn). 

Di sekolah formal, kebanyakan kelas belajar atau proses belajar dilakukan secara klasikal (bersamaan). Salah satu kendala dengan cara ini adalah adanya perbedaan gaya belajar tiap siswanya. Ada yang suka belajar dengan gambar, suara atau dengan jumpalitan dan bergerak. Yang disebut dengan gaya belajar visual, audiotorial dan kinestetik. 

Jenis dan tipe gaya belajar ini sudah bawaan tiap anak. Secara biologis, setelah diteliti, ternyata di bagian otak mereka ada perbedaan. Yang bergaya belajar visual, ada bagian otak yang lebih aktif dan banyak sel neuronnya. Begitu juga dengan lainnya. 

Kalau mengingat jaman saya sekolah dulu. Duduk manis, nggak boleh banyak gerak, membaca buku, mengerjakan soal, maju ke depan untuk mengerjakan soal atau menghafal perkalian dan selesai pulang. Nah, cara itu seyogyangya tidak lagi diterapkan sekarang. Kasihan dengan anak audiotorial yang butuh musik dan lagi untuk belajar, terlebih untuk anak kinestetik yang harus bergerak agar memahami materi belajar.

Begitu juga dengan cara mencatat. Saya masih sedih melihat teman anak saya atau "siswa" saya yang masih berusaha keras mencatat dengan tulisan yang rapii jali, pakai garis sana-sini. 
Haduuhh itu soo yesterday.

Sekarang jamannya bikin MIND MAP. Mencatat dengan banyak alur, coretan, gambar, warna yang kalau dilihat jadi kayak benang kusut atau spider web (jaring laba-laba). 

Mind Map tentang Gaya dibuat oleh anak saya waktu kelas 6 SD

Namun, jika dilakukan dengan tekun, mencatat ala mind map ini bisa mengoptimalkan cara belajar. Karena tiap KATA KUNCI bisa sambung-menyambung. 

Selain BELAJAR CARA BELAJAR, dalam konsep Superstart Edutraining juga saya masukkan ESQ (Emotional Spiritual Quotient). Yaitu mengembangkan konsep citra diri positif untuk emosi positif serta mental spiritual untuk kembali menguatkan mental anak-anak bahwa semua ini porosnya adalah DARI TUHAN DAN UNTUK TUHAN. Jadi, belajar juga bagian dari ibadah. Maka itu, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.  

Silahkan mengadopsi konsep Superstart Edutraining ini dalam lembaga belajar yang teman-teman kelola. Atau bisa diusulkan sebagai training reguler. Jika ada hal yang ingin didiskusikan, silahkan mengontak saya secara pribadi. Jika saya belum bisa memberikan solusi, nanti saya panggilkan guru-guru saya yang banyak tersebar di jagad raya ini. Mari kita tumbuhkan semangat belajar itu menyenangkan dan bagian dari ibadah. 

Semoga bermanfaat.
-Heni Prasetyorini-

Untuk ngobrol langsung, silahkan mention saya di twitter @HeniPR atau facebook Heni Prasetyorini

Benar Sekali! Cantik Itu Dari Hati, Menjadi Diri Sendiri Dengan Penuh Percaya Diri

4 comments
Sometimes people are beautiful. Not in looks. Not in what they say. Just in what they are. 
wardah cantik dari hati


Cantik itu seperti apa sih?
Apakah aku cantik?
Bagi beberapa perempuan, menjadi cantik adalah sebuah hal biasa, lumrah dan mudah.
Namun hal itu tidak berlaku untuk saya.

Jika cantik itu feminin, manis, memakai baju perempuan. 

Maka, saya tidak cantik.


Perlu diketahui, saya lahir di kota besar, Surabaya. Kota yang metropolis, yang menurut ibu saya "kurang aman". Untuk itu, sejak kecil, ibu membiasakan saya dan semua anak perempuannya untuk siaga menjaga diri. Salah satunya dengan memakai celana panjang.

Dalam perkembangan, saya merantau, saya tak sekedar sebagai gadis bercelana panjang. Tapi menjadi gadis berjilbab yang tomboy. Bukan karena genetik tapi karena keadaan. Ya, saya sengaja berjalan, bergerak, berpakaian seperti laki-laki, supaya aman. Supaya tidak ada yang berani menggoda dan melukai saya ketika saya berangkat sendirian naik bus atau kereta api selama belasan jam. Atau saya tetap aman ketika berjalan kaki pulang ke tempat kos, di tengah malam, setelah mengikuti kegiatan kampus. Celana jins, kaos atau kemeja panjang, jilbab polos dan sepatu kets adalah perlengkapan andalan.

Alhamdulillah, Tuhan Mahabaik.
Gadis tomboy ini diberikan jodoh. Yang selain menerima apa adanya, juga memberikan proteksi luar biasa untuk menjaganya. Sebuah kondisi yang berbeda 180 derajat. Dari terbiasa sendiri menjadi kemana-mana harus ditemani. Demi keamanan, itu juga alasan suami saya. Dia tidak ingin saya sendirian seperti dulu. Apalagi kejadian buruk semakin banyak diberitakan sekarang.

Apa dampaknya?
Karena saya tidak perlu jadi "laki laki" lagi, mendadak saya ingin sekali jadi perempuan.
Lucu ya?
Perempuan kok ingin menjadi perempuan.

Maksudnya, saya ingin seperti teman saya itu. Berpakaian cantik, berdandan dan merawat tubuhnya. Sesekali juga kongkow cantik untuk bergaul. Saya ingin mereka menerima saya. Tak lagi memelototi saya dari ujung jilbab ke ujung jempol kaki, mengernyitkan dahi, memandang celana jins belel, jaket lusuh dan jilbab bergo yang mereka lihat, ketika mereka bertemu saya di luar rumah.

Ketika ingin cantik hanya demi pandangan orang, percayalah, saya malah jadi babak belur tiada tara.


Alhasil, demi ingin tampil tampak cantik, saya pun ikut ikutan permak wajah. Tanpa pikir panjang, saya beli paket krim kecantikan, yang lumayan harganya untuk saya waktu itu. Promosi teman yang jual gencar. Dia juga kinclong banget wajahnya. Saya percaya aja kalau itu semua berkat krim yang dia jual. (yang ternyata tidak)

Saya pun memakai krim itu. Krim pagi, siang, malam, alas bedak. Hasilnya? Wajah saya gatal, panas dan berjerawat. Malahan teman penjual krim itu yang mentertawakan  wajah saya yang bopeng dengan alas bedak yang terlalu putih, di depan forum wali murid  yang saya ikuti. Malu banget. Saya sampai pamit pulang sebelum acara selesai. Kapok suwer deh.

Selain perkara wajah, saya juga terdistorsi hati untuk tampil feminin. Memakai rok. Gamis. Namun itu tak bertahan lama. Karena anak saya laki laki semua yang sangat lincah. Saya sering jatuh, terjungkal, atau baju kecantol standar sepeda motor ketika mengantar-jemput anak sekolah. Sampai yang parah, kaki kanan saya terkilir berulang kali, padahal kaki kiri saya sudah dioperasi karena  retak. Itu karena, ketika saya memakai rok, konsentrasi saya selalu bercabang dua. Antara menjaga langkah kaki dan jalan raya. Hasilnya, lebih sering di jalan jadi nggak konsen. Celaka deh.
Duh, cantik kok membahayakan ya.....

Hal ketiga yang saya lakukan juga. Kongkow cantik. Mulai ikut arisan sampai belajar make up. Demi cantik, saya membeli alat kosmetik yang disarankan. Gini pengen, gitu pengen, beli semua sampai numpuk banyak. Ikutan ngerik alis, demi wajah yang proporsional. Ikutan teman, tiap hari dandan, walau sekedar ke pasar. Rasanya? Saya riewuh sendiri mikirin baju apa besok? Lipstik warna apa? Jilbab apa? Matching nggak nih? jangan-jangan nanti dikomen nggak matching, atau selera ndeso. Haduuhh.

Kapok Jadi Cantik.
Saya Memutuskan Kembali Jadi "Laki-Laki"

Ribetnya ampun gitu untuk jadi cantik ya? saya sering iri deh dengan laki-laki, yang enak saja gitu. Habis mandi, habis wudhu, tinggal lap handuk, pakai baju, beres. Nggak perlu pake bedak atau kosmetik. Dan nggak ada tuh yang melototin dari ujung rambut sampai ujung kaki karena nggak dandan.

Mending kayak "laki-laki" aja deh, bomat, hati saya geram sendiri.
Akhirnya tiba suatu masa, saya ingin lepas dari semua usaha saya untuk menjadi cantik, dianggap cantik dan diterima sebagai perempuan cantik. Mau jungkir balik berusaha, teteeeep ada juga yang meremehkan penampilan saya.

Saya berpikir keras.
Sebandingkah usaha saya ? perlukah saya jadi cantik?                                                           

mending saya jadi cantik atau jadi orang yang berguna?


we believe true beauty comes from the heart. For us, beauty is much more than a pretty face. It's about feeling good and doing good, too. 

Sesuai kalimat di atas, saya memutuskan untuk mengalihkan konsentrasi pada hal lain. Terserah mau dikomentari, "nggak pernah facial ya?', "Selera bajumu jadul banget sih", "baju kok nggak match", endebrai endebrai....dah saya memilih tutup telinga dan tutup memori.

Saya memilih terus belajar, belajar dan mengajar hal baru yang berguna untuk diri saya sendiri dan orang lain. 

Saya kembali tidak peduli pada penampilan. Asalkan enak dipakai, nutup aurat dan saya bisa bergerak bebas tanpa terjungkal. Aman.

Saya sering mengulang-ulang bayangan bu Risma, walikota Surabaya, di benak saya. Beliau berpenampilan biasa. Namun cekatan, gesit ketika bekerja. Tegas ketika berbicara. Dan cerdas ketika berpikir untuk hajat hidup orang banyak. Sekaligus baik hatinya demi menolong sesama. Bu Risma, sering tampak berkeringat wajahnya, tanpa kosmetik sama sekali. Jilbab bergo-nya dan bajunya basah karena bekerja di taman Surabaya. Saya ingin seperti beliau saja. Nggak repot mikiri wajah. Repot mikir aja demi jadi berguna untuk kebaikan. Fix, Deal. Saya harus seperti itu.

Namun ternyata, tak bisa dipungkiri. 

Dunia ini juga ada sisi visual

Mau tidak mau, penampilan fisik harus diperhatikan


" Ajine Raga Saka Busana. Ajine Ati Saka Lathi "

Pepatah Jawa diatas artinya, kehormatan diri dilihat dari penampilan sedangkan kehormatan hati dilihat dari ucapan. Saya diingatkan terus oleh ibu tentang pepatah itu. Ya, ibu saya, walau ketika kami dalam kondisi ekonomi yang sulit, selalu menjaga penampilan diri. Bagi orang Jawa, menjaga kehormatan diri sebagai perempuan, artinya menjaga nama baik orang tuanya atau suaminya, jika sudah menikah.

Saya mencoba menolak pepatah itu, namun akhirnya luluh juga. Iya, ibu saya benar.
Saya harus membenahi diri. Jika saya ngotot hanya peduli penampilan non fisik, sepertinya saya harus pindah ke dunia roh. Atau berpenampilan seperti Valak. *LOL

Alloh SWT itu Indah dan Menyukai Keindahan. 

Aduh, kalau sudah membaca kalimat diatas, saya jadi makin nggak enak. Kekucelan saya selama ini, bisa saja memberikan pandangan buruk kepada agama yang saya anut. Muslimah kok kucel gitu sih. Siapa tahu, komentar itu sering mampir di benak orang yang melihat saya.

Ya, saya harus berbenah. Namun saya tetap tidak mau ngotot dan babak belur seperti sebelumnya. Saya kenali diri saya sendiri. Saya menyortir aneka ria kosmetik yang saya beli karena ikut-ikutan teman. Saya memilih yang aman, nyaman dan cocok untuk saya.

wardah cantik dari hati

Jadi, alat kecantikan yang saya pilih adalah ini:
1. Wardah Lightening Facial Serum 
2. Wardah Two Way Cake
3. Wardah Long Lasting Lipstik dan Exclusive Lipstik
4. Wardah Lightening Milk Cleanser dan Face Toner
5. Eyeliner
6. Pensil alis
7. Blush on


Untuk membersihkan wajah, saya hanya menggunakan sabun sulfur dan wardah cleansing kit. Saya nggak telaten kudu pake pelembab dan BB cream atau apalah untuk keseharian. Dengan facial serum wardah, nggak tahu tuh, kulit wajah jadi lembab, kenyal dan lumayan cerah. Jadi pake bedak bisa nempel nggak pake ada beludukan kulit yang kering kayak biasanya.

Untuk merias wajah, ya, super minimalis aja. Saya belum bisa conturing, shading atau apalah. Target saya hanya wajah tampak segar dan enak dipandang, tidak kusut dan kusam. Sebisa mungkin saya tidak lagi ngerik alis. Untung ada mbak Yonna Kairupan yang bikin tutorial bikin alis tanpa harus dikerik. Trus, kata mbak Yonna juga, jika kita berkacamata dan nggak mau repot pake eye shadow atau riasan mata, maka kuncinya juga penggunaan eyeliner dan maskara. Biar wajah kita tampak fresh.

wardah cantik dari hati
riasan minimalis dengan nyengir maksimalis :D

Memilih kosmetik juga dengan pertimbangan aman. Wardah halal adalah jaminan mutu. Saya yakin tak ada zat kimia buatan yang berbahaya, atau bahkan dari bahan haram. Long term pemakaian, wajah saya aman.

Lalu baju? Penampilan?
Saya berusaha sekuat tenaga untuk tampil rapi dan sesuai kondisi atau keadaan. Dan yang lebih penting. Kalaupun ada hal tak sesuai, saya tak mau ambil pusing. Saya akan semakin melebarkan senyuman. Menebarkan optimisme. Berusaha menyampaikan hal positif.

Dengan berjalan waktu, saya makin menerima diri saya sendiri. Saya bercelana panjang. Kadang juga tanpa riasan, karena habis wudhu males touch up. Mau pol-polan selalu tampil cantik, ya babak belur lagi saya. Apapun itu,  saya yakin, fokus untuk bisa cantik dari hati adalah pilihan terbaik. Fokus pada keinginan saya untuk terus belajar dan berbagi kebaikan atau manfaat kepada siapapun dan apapun. Konsentrasi terjaga, prestasi pun ada. Menyerahkan alat kecantikan pada Wardah yang halal dan terpercaya, seperti membagi porsi kerja kepada patner yang sudah kompeten di bidangnya. Tidak memberatkan pikiran.

Dengan begitu, saya bisa fokus untuk menjadi manfaat bagi sebanyak mungkin orang, sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Karena tidak berat dan terbebani, saya makin percaya diri. Tampil sebagai diri sendiri dan terus menerus menjaga hati. Karena dari sana kecantikan sejati terpancar. Bagaimana dengan kisah anda mencari jejak #cantikdarihati ?

Tulisan ini diikutsertakan dalam:

Jadi Makin Semangat Nih! Dengan PC All in One ASUS V200IB, Bisa Lebih Cepat Start Membuka Kursus

13 comments
3 tips sukses: Mulai dari hal kecil, Mulai dari diri sendiri, Mulai sekarang juga 

Membuka kursus atau lembaga pendidikan non formal, bukan hal baru bagi saya. Waktu saya SD, sekitar tahun 1990-an, kakak saya membuka kursus komputer, akuntansi dan bahasa Inggris di rumah ibu. Saya sempat "magang" jadi tukang ketik buku modulnya dan mendapat gaji 5 ribu :-D.

Sewaktu saya hamil anak pertama, saya sempat membuka bimbingan belajar untuk anak SD-SMP-SMA dan sebuah usaha jasa pengetikan. Walau usaha ini berhenti karena sesuatu hal, namun keinginan untuk membuat "usaha" serupa terus menyala di hati saya.

Waktu pun bergulir, sampai ilmu saya makin bertambah tanpa terasa. Iya, saya mendapat ilmu dari dunia online, dunia digital. Mulai membuat blog, menjadi blogger, menulis konten digital, membuat dan mengendalikan toko online, mengenal e-learning, digital learning di Teknologi Pendidikan serta terakhir saya belajar pemrograman di kursus Coding Mum.


Inspirasi Membuat Kursus Untuk Perempuan


Sewaktu presentasi di Coding Mum, saya menyajikan desain website Akademi Prasetyorini. Yaitu sebuah lembaga belajar untuk perempuan di ranah bisnis, kreatif dan digital. Rencana awal saya akan berkolaborasi dengan 2 teman lainnya. Namun ternyata ada perubahan. Teman saya pindah rumah, jauh dari saya dan sulit untuk meneruskan rencana. Tidak mudah mencari patner pengganti. Akhirnya saya fokuskan untuk bergerak di bidang digital aja. Memberikan kursus tentang materi digital, untuk membantu guru meningkatkan kinerjanya di sekolah dan mencetak calon perempuan pengusaha baru di dunia digital kreatif.

Dengan keputusan ini, maka saya harus maju sendiri. Jika melihat profil lembaga pendidikan serupa, sepertinya banyak sekali yang harus dipersiapkan dan itu mahal. Ajaib dan mustahil rasanya saya sanggup. Namun saya kembali ingat dua perempuan yang memberikan inspirasi.

Pertama, Bu Aisyah dan profil sekolah gratis khusus anak perempuan yang dikelolanya. Kalau tidak salah lokasinya di daerah Jawa Barat. Dari beliau sebuah nasihat saya catat, "Mendidik Satu Perempuan Artinya Mendidik Satu Generasi".

Kedua, bu Ratih dan kursus rias di Surabaya. Waktu itu saya berkunjung ke rumahnya atas rekomendasi kakak, ketika saya akan menikah dan mencari perias. Rumahnya kecil sekali, masuk gang kecil dan ruwet; bisa dibilang gang tikus. Di rumah kecilnya itu, penuh dengan etalase besar berisi baju pengantin dan perangkat make up. Space untuk tamu, hanya sebuah sofa kecil, itu pun ada beberapa blangkon disana. Yang menarik, di space kecil itu, saya sebagai tamu, harus berbagi tempat dengan dua pasang perempuan yang sedang belajar rias pengantin. Riasannya bagus dan cantik sekali. Menurut bu Ratih, mereka adalah peserta kursus. Dari beliau saya mendapatkan pelajaran, "Memulai Sebuah Kursus Bisa dari Tempat Yang Sederhana".

Dari sini saya mendapatkan inspirasi dan semangat, bahwa sekarang pun saya bisa mulai membuka kursus di rumah. Dengan bekal niat, sebuah netbook mini, televisi dan ruang tamu di rumah sendiri.


Kendala Yang Saya Hadapi

Namun ternyata, saya mempunyai kendala. Netbook saya ukuran layarnya sangat kecil. Dengan layar kecil, tampilan presentasi akan terbatas dan terpotong. Terlebih jika saya ingin membuat screenshoot tiap tahapan belajar sebagai materi tutorial/kursus. Saya butuh laptop yang lebih besar atau saya butuh komputer, begitu pikir saya.

Screenshoot Terbatas Karena Layar Netbook Saya Kurang Besar

Selain itu, beberapa kali netbook saya nge-hang karena "panas" jika dipakai untuk waktu lama. Teman saya yang programmer, menganjurkan jika di rumah lebih baik menggunakan komputer saja, karena lebih stabil. Namun suami saya bilang, kalau komputer itu butuh listrik yang banyak, juga tempat yang lumayan besar. Sedangkan ukuran space bebas di ruang tamu kami hanya sekitar 3x6 meter. Juga perlu pertimbangan modal keuangan kami masih terbatas dan harus dibagi dengan keperluan lain. 

Jadi gimana nih?
Apa niat harus berhenti karena berbagai kendala?
Saya sudah terlatih untuk terus maju walau fasilitas belum ada.
Bondo Nekad, Bonek, Modal Nekad, gitulah maksudnya. Jadi, ayo maju terus....!


Perangkat Komputer Penunjang Bisnis Yang Saya Butuhkan

Analisa kebutuhan komputer yang sudah kami bicarakan adalah, komputer yang spesifikasi-nya bisa untuk pemrograman dan desain grafis, layar lebar, audio bagus untuk merekam tutorial atau presentasi, hemat listrik, hemat tempat, harga terjangkau. 

Tabungan pribadi saya tak seberapa, maka harus sangat hati-hati memperhitungkan pengeluarannya. Setelah semedi dan browsing kesana-kemari, alhamdulillah akhirnya saya nemu satu perangkat yang tepat bahkan sangat tepat.

Perangkatnya adalah komputer model baru, canggih, keren, kompak, yaitu PC All in One ASUS Vivo AiO V200IB. PC All in One berbasis Intel Pentium Processor ini dibandrol dengan harga sekitar 5 juta-an. Nah, dari segi harga, sudah cocok, bagaimana spesifikasinya?.
Amaziingg...saya amazing melihat foto produk, video review dan spesifikasinya. This is it, inilah yang saya cari.















PC All In One ASUS Vivo AiO V200IB 


Vivo AiO V200IB
PC All in One ASUS Vivo AiO V200IB, 
gambar dari web https://www.asus.com/AllinOne-PCs/Vivo-AiO-V200IB/




Dari video review produknya, saya makin terkiwir-kiwir, jatuh cinta lahir batin, beneran sumpah.
Anak saya sampai heran, kenapa saya jingkrak-jingkrak sambil narik-narik sarung suami saya, saking senengnya. Loh kok sarung sih?
Hehehe, doski baru pulang dari masjid soalnya waktu saya nemu informasi tentang PC All in One ASUS Vivo AiO V200IB ini.
"Mas, mas, lihat lihat nih, cocok dengan yang aku butuhkan untuk bikin kursus!"


Semua Yang Saya Butuhkan Ada di PC All in One ASUS Vivo AiO V200IB



Jadi begini, PC All in One itu adalah PC yang CPU-nya udah jadi satu dengan monitornya. Sekilas penampakan seperti monitor saja, atau malah seperti televisi. Nah, PC All In One ASUS V200IB bentuknya kompak, stylish juga kokoh. Bisa diletakkan dengan rapi di rumah saya dengan satu meja panjang. Cukup deh bikin kursus di rumah saya yang mungil.


PC All In One ASUS V200IB ukuran layarnya gede juga; 19,5 inch. Dilengkapi layar LED-baklit yang menawarkan kecerahan sehingga gambar tampak hidup. Sesuai juga dengan kebutuhan saya, untuk membuat rekaman desktop atau merekam diri sendiri sebagai video tutorial. Juga enak untuk kelas digital dengan tele-conference atau video chat. Kursus online makin enak dilakukan dengan layar lebar. 


Keren nih, ada juga teknologi layar sentuh 10 jari. Kalau mau edit gambar mudah kan, nggak perlu beli drawing pad lagi. Peserta kursus juga pasti bakal suka. Untuk presentasi juga pasti mudah dan menarik. 


Gambar bagus kalau suaranya pelan ya kurang asik kan? jangan kuatir deh. Pakai PC All in One ASUS V200IB ini suaranya ciamik. Teknologi ASUS Sonic Master nya udah built in. Malah bisa diatur 5 mode loh, untuk music, movie, gaming, recording dan speech. Lengkap pokoknya.



Dengan Intel Premium Processor- ASUS V200IB hanya membutuhkan energi yang kecil (hemat listrik) tapi performa tetap bagus. Untuk multitasking juga kuat, perpindahan cepat dan halus. Mau browsing, sekaligus nonton animasi, sambil ngedit video...bisaaaa banget.  Ditambah lagi Advanced NIVIDIA Ge Force Graphic 930M yang digunakan. Menampilkan atau membuat video HD bisa lebih cepat. Juga hemat waktu kalau mau mengirimkan foto berkualitas tinggi. 


Yang amazing lagi, teknologi NFC nih. Dengan teknologi ini (dari video reviewnya diatas), kita bisa melihat gambar hasil jepretan henpon tanpa perlu kabel data. Cukup henponnya diletakkan seperti di gambar, maka log in dengan tap, dan bisa kita nikmati gambar atau file lain di henpon langsung ke layar monitor. Ajaib ya?


Pernah kagum dengan charger henpon wireless atau tanpa kabel? nah ini dia, di ASUS V200IB bisa dilakukan loh. Kita lagi kerja pake komputer kompak ini, sambil sekalian nge-charge henpon. Nggak pake repot, nggak pake kabel dan beneran meja kita jadi rapi jali. fiuuh, canggih banget sih ASUS..



Jika bekerja di bagian desain grafis, pasti butuh akses file gambar banyak. Juga untuk programmer, itu file codingnya juga gede banget. Biar aman biasanya disimpan di harddisk eksternal. Nah, port USB  dari ASUS V200IB ini ada banyak. Bahkan port HDMI juga ada, biar bisa disambungkan ke televisi dengan layar lebih besar, jadi kerjaan mengajar atau presentasi bisa lebih leluasa. 


Teknologi pembaca Smart Card juga keren. Biasanya kita nunggu transfer data sampai ngantuk..karena lama. Nah pake ASUS ya gpl deh, ga pake lama. 

Pokoknya kerjaan beress tuntass dengan ASUS V200IB



Spesifikasi PC All in One ASUS V200IB ini sesuai dengan materi kursus yang akan saya berikan:
  1. Materi Microsoft Office untuk bisa buka usaha jasa pengetikan
  2. Membuat Blog dan mengoptimasikannya
  3. Membuat konten digital untuk personal atau pengajar (guru)
  4. Membuat kelas virtual dengan platform digital learning (guru) 
  5. Membuat web design dan belajar front end programming
  6. Membuat aplikasi berbasis android 

Keenam materi digital itu, saya olah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tahapan pemula dan lanjutan (advance). Sementara sasaran peserta selain perempuan pada umumnya (ibu rumah tangga dan profesi lain), juga para pengajar (guru) dan penyelenggara bimbel yang ingin meningkatkan usahanya di ranah digital.

Strategi belajar juga akan menggunakan metode Blended Learning, yaitu kombinasi kelas tatap muka dan kelas online. Peserta bisa mengulang materi belajar secara mandiri di rumah, melalui website dan sumber belajar yang sudah saya siapkan.


Skenario Usaha Ada 3 Tahapan


Perkara perangkat sudah beres, saya tinggal memantapkan desain skenario usaha kursus yang ingin saya kembangkan. Karena harga produk juga sudah ada, mudah bagi saya menghitung rencana bisnis dalam jangka waktu 3-5 sampai 10 tahun ke depan. 

Skenarionya begini:
  • 1-3 tahun, Tahap Inkubasi. 
  • 3-5 tahun, Tahap Pemantapan.
  • 5-10 tahun, Tahap Pengembangan.




    Tahap Inkubasi 
    Masa ini, kursus dimulai saat ini juga, dengan perangkat yang ada. Rencananya, saya hanya membutuhkan perangkat berupa:
    1. PC All in One Asus untuk membuat konten digital/materi kursus dan presentasi (untuk saya pribadi sebagai pengajar).
    2. Kabel HDMI untuk menyambungkan PC All in One Asus dengan televisi
    3. Televisi (sudah ada)
    4. Ruangan (belajar dengan lesehan di lantai).
    5. Laptop dibawa oleh masing-masing peserta kursus
    6. Akses internet dengan wifi kabel (sudah ada)
    Dari masa inkubasi ini, evaluasi dilakukan untuk memantapkan fokus materi kursus, strategi pengajaran yang sesuai dengan peserta dan perangkat yang dibutuhkan.

    Tahap Pemantapan
    Modal untuk penambahan perangkat dikumpulkan sedikit demi sedikit untuk renovasi ruangan dan tambahan perangkat. Rencananya fasilitas yang akan diwujudkan adalah:
    1. 6-12 unit PC All in One ASUS untuk peserta
    2. LCD Proyektor
    3. Meja panjang untuk peserta dengan sudah disediakan PC All in One Asus
    4. Akses internet dengan wifi kabel (sudah ada)
    5. Lokasi masih di rumah
    6. Pengajar tambahan diambil dari alumni
    Tahap Pengembangan 
    Di tahap ini kursus sudah mapan, baik dari segi manajemen dan sistem usaha juga dari keuangan. Ada 3 hal yang ingin saya kembangkan dari sini, yaitu Franchise, Kredit PC All in One dan Cafe Coding. 
    1. Franchise adalah projek untuk mereka yang sudah punya modal dan memenuhi ketentuan yang kami berikan. Selain sistem usaha, kami juga menyediakan perangkat berupa PC All in One ASUS, LCD Projector, Kabel HDMI, dll. 
    2. Kredit PC All in One Asus, kami tujukan pada alumni yang ingin mulai membuka usaha sendiri di rumah dengan modal terbatas. Mengingat saya sendiri juga pernah mengalami kendala yang sama ketika akan memulai usaha. 
    3. Cafe Coding adalah projek entertainment dan komunitas alumni yang perlu dijaga loyalitasnya sehingga usaha kursus tetap bertahan lama. Cafe ini berisi spot makanan dan spot ngoding, salah satu materi kursus. Spot ini berisi beberapa unit PC All in One ASUS, yang bisa digunakan oleh pengunjung. Disini juga diberikan ruangan untuk presentasi bagi para komunitas yang ingin membuat workshop atau launching produk baru. 
    Mengapa 3 tahapan?
    Kalau melihat skenario bisnis saya, kesannya lambat ya? 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun.
    Hal ini bukan karena saya kurang percaya diri, namun saya memang menyesuaikan langkah. Ibaratnya saya tidak tancap gas pol, melainkan perlahan tapi pasti. 
    Kenapa?
    Tentu saja karena saya masih harus menjadikan anak-anak dalam skala prioritas. Saya ingin bisa membimbing anak dalam belajar sampai di tahapan sekolah yang aman, minimal SMA, baru bisa saya lepas mandiri 100%. Sekarang anak terkecil saya masih berusia 10 tahun masih kelas 4 SD. Jadi 3 tahapan skenario itu saya buat, agar tetap seimbang antara bisnis dan keluarga. 

    Mengapa hanya perempuan?
    Sejak awal saya menyatakan, ingin terlibat dalam projek pengembangan perempuan, baik secara pendidikan dan kemandirian. Selain itu di tahapan inkubasi dan pemantapan, keduanya saya lakukan di rumah. Selain karena saya ingin berbagi untuk perempuan, saya juga harus menjaga kehormatan suami dan keluarga. Akan lebih elok jika interaksi intens terjadi sesama perempuan saja ketika di rumah. Jika usaha sudah berkembang, saya akan meng-handle-nya langsung bersama suami dan dua anak laki-laki saya, maka bisa lebih luas jangkauan peserta kursusnya.

    Mengapa di semua tahapan tetap setia dengan PC All in One ASUS?
    Dengan suami saja setia, kenapa dengan ASUS enggak?
    #eaaa....

    Saya sudah percaya dengan kualitas ASUS. Waktu kuliah pasca kemarin, dosen saya, pak B julukannya, sering memamerkan laptopnya pada kami. "Walau semua udah ganti, saya selalu setia sama ASUS. Nih laptop bandel banget!", begitu katanya. Dan beberapa teman juga memilih ASUS. Saya pun yakin takkan salah pilih untuk selalu menggunakan produk ASUS untuk kepentingan pribadi maupun usaha dan bisnis. Recommended windows desktop brand loh nih ASUS.  
    ASUS Desktops – Most recommended Windows desktop brand.


    Apalagi produk ASUS PC All in One yang canggih dan keren itu. Kekuatan komputasinya dapat menunjang bisnis tradisional dengan teknologi terkini berupa layar sentuh 10 jari, koneksi port serial (COM), modul NFC dan pembaca Smart Card untuk mendukung aplikasi bisnis. Juga, karena bodinya ramping dan kompak, menjadikan produk ini sempurna untuk bisnis yang memiliki keterbatasan ruang area kerja. Cocok sebagai penunjang rencana untuk memulai kursus di rumah minimalis. 

    Baiklah semua spesifikasi PC All in One ASUS V200IB sudah saya ulik sedemikian rupa. Dan hasilnya sesuai banget dengan kebutuhan saya membuat kursus. Alhamdulillah, untung saya ketemu ASUS. Sudah kebayang kelak kursus saya  pasti bisa berjalan asyik, seru, menarik dan maknyuuss. 
    *Sumber foto yang diedit dan sumber informasi diambil dari https://www.asus.com/AllinOne-PCs/Vivo-AiO-V200IB/

        keterangan:
        Artikel ini diikutsertakan dalam ASUSPRO Intel Writing Competition, dan alhamdulillah mendapatkan Juara 2 untuk kategori All in One. Semoga ASUS makin jaya, dan kursus saya bisa segera dimulai dengan materi belajar yang makin enak dibaca. Terima kasih dan sukses ya ASUS


        Guru, Coba Sampaikan Penghargaan Atas Prestasi Muridmu Dengan Secarik Kartu

        No comments
        Send to your students a postcard, they will received your heart

        Sebuah kartu pos yang diterima oleh keponakan saya, Jasmin, dari gurunya ini membuat saya senang sekaligus tak tenang. 

        Kartu yang diterima keponakan saya, Jasmin, dari gurunya
        Jasmin sekarang masih tinggal di Jerman bersama ibu dan ayahnya, kakak tertua saya. Jika mereka menceritakan kondisi sekolah dan proses pembelajaran disana, saya begitu iri dan rindu hal itu juga terjadi di sini, di Indonesia. Begitu sederhana namun bisa kena di hati.


                                       Status facebook ayah Jasmin, kakak tertua saya


        Saya ulangi lagi, sebuah kartu pos yang diterima oleh keponakan saya, Jasmin, dari gurunya ini membuat saya senang sekaligus tak tenang.

        Senang, karena dua hal.
        Pertama, senang karena teringat surat cinta serupa dari murid saya ketika saya pernah mencicipi masa sebagai guru. Sekitar tahun 2004.
        Kedua, senang karena di jaman serba digital ini, 12 tahun kemudian, 2016, keponakan saya masih merasakan manisnya menerima tulisan dalam bentuk kartu Pos.

        Surat dari murid saya bernama Dea.
        "Hallo bu Heni. Ini aku Dea. Aku hanya mau mengucapkan
        Selamat Hari Kasih Sayang.
        Semoga bu Heni Tambah sayang pada kami semua."

        Tak tenang karena satu hal.
        Bahwa dengan beberapa pengalaman, penghargaan kepada murid "biasanya" masih diberikan dari HASIL bukan PROSES mereka belajar. Hanya dari angka akhir di rapor, bukan dari usahanya belajar berulang-ulang setiap hari. Dan kemajuan demi kemajuan yang mereka ciptakan.

        Namun saya tidak pernah pesimis akan perubahan pendidikan dan pola pendidikan di negeri ini. Saya selalu optimis, ke depan akan ada kemajuan dan menjadi lebih membumi, lebih baik, lebih kena di hati.

        Mengirim Kartu Pos Untuk Generasi Digital, Masuk Akal?
        Tentu saja masuk akal.
        Betapapun digitalnya kita, takkan mau hanya dipeluk oleh ibu berbentuk hologram kan?
        Ya, kita masih butuh bentuk fisik.
        Butuh sesuatu yang bisa disentuh, dirasakan oleh panca indera kita.

        Bahkan sebagai pegiat digital, saya merindukan lagi menerima kiriman surat dan kartu dalam bentuk fisik. Sempat kemarin saya menerima surat dan kiriman majalah dari mbak Hanny Von Gillern, teman pena saya dari Amerika. Namun belakangan kami hanya berkomunikasi via email.

        Kartu pos yang diberikan oleh guru Perancis keponakan saya itu, memberikan kesadaran baru. Bahwa cara ini bisa jadi efektif untuk mengungkapkan penghargaan kita atas USAHA murid kita dalam belajar.

        Perlu dicatat ya, USAHA, bukan hasil.


        Saya sendiri membayangkan. Seandainya di suatu sore yang sejuk, mendadak datang pak Pos mengantarkan Kartu Pos dari guru saya. Dengan nada yang sama seperti kartunya Jasmin, pasti sangat membanggakan.

        Begitu juga dengan anak kita, murid kita.

        Mungkin dengan menyempatkan diri mengatakan hal kecil yang kita banggakan atau kita hargai dari usaha murid kita itu, akan sangat berharga bagi mereka.

        Kita bisa menulisnya di sebuah Kartu Pos dan mengirimkan ke alamat rumahnya. Jangan hanya kiriman teks digital. Karena surat fisik atau Kartu Pos, bisa mereka sentuh, mereka simpan dan mereka baca ulang.

        Iya memang, mereka sekarang adalah generasi Millenial. Mencoba melakukannya baik juga kan?
        Siapa tahu dengan cara ini, mereka semakin terpacu semangatnya belajar karena merasa dicintai, diterima dan dihargai oleh gurunya.

        Jika murid senang, akan mudah dia belajar. Jika dia mudah belajar, akan berprestasi.  Jika murid bisa berprestasi, guru juga pasti senang.

        Wahai Guru, silahkan mencoba, kirimkan Kartu Pos tanda cinta pada muridmu :)

        -Semoga Menginspirasi-
              Heni Prasetyorini

        Ingin ngobrol dengan saya? FOLLOW saya di twitter:@HeniPR atau di Facebook

        Ibu Mertua Bilang, Lebih Baik Kami Belajar dari In Harmony Clinic. Mengapa Ya?

        8 comments


        opname 1, ketika suami ditelepon ibu mertua. dan saya #senyumajayuk :)

        Perlahan-lahan saya menjawab telepon dari ibu mertua, “iya mak, sekarang mas Zam opname.”, itu terjadi ketika suami opname. Telepon senada juga akhirnya saya terima juga ketika anak opname. 

        Suara saya bergetar menahan debaran jantung. Menahan rasa sedih, malu campur “takut dimarahi” sama ibu mertua. Hiks, siapa yang bisa ga gemetar, ini sudah ketiga kalinya saya memberitahu ibu mertua, kalau keluarga saya sedang opname. Kemarin suami opname karena sakit demam typhoid (tipus). Lalu anak sulung saya kena demam berdarah. Lanjut anak kedua kena demam berdarah juga. 

        Tanpa babibu lagi, ibu mertua lalu bilang bahwa besok beliau akan datang (lagi)  menjenguk ke rumah sakit. Nah loh. Saya melirik suami. Rencana merahasiakan ke-opname-an anak dari ibu mertua yang jauh di luar kota, harus gagal lagi. Ibu mertua saya bukan pemarah atau menyalahkan orang, apalagi menantunya. Tetapi beliau tipe pencemas. Sedikit masalah, sudah cemas. Apalagi mendengar anak cucunya sakit dan opname. Hadeeehh bisa bisa beliau sendiri yang jatuh pingsan. Nah itulah yang kami cemaskan.

        Sakit Itu Ujian atau Musibah?

        Yaelah, nggak lagi pengen bicara filosofi spiritual deh. Sakit ya sakit. Apalagi opname. It means, harus mengerahkan segenap jiwa raga tinggal di rumah sakit. Dan itu sungguh tidak mudah kawan. Sangat melelahkan. Walaupun rumah sakitnya mewah seperti hotel bintang lima. Sempat saya merenungkan kesalahan apa yang saya perbuat, kok anak dan suami sakit dan harus diopname berturut-turut. Perasaan udah bener menjaga makanannya, membersihkan rumahnya. Kami pun tidak suka jajan kulineran, bahkan jarang jalan-jalan belusukan di tempat yang kotor.

        “Anak bojomu kaget paling Nik, apene mbok tinggal kuliah maneh”.
        Candaan dari kakakku ini bikin hatiku maknyess. Nyerii banget. Sedih. Apa iya, anak dan suamiku jatuh sakit dan opname karena mereka kaget bakalan aku tinggal untuk kuliah lagi? Apakah ini ujian dari Tuhan, saya sungguh-sungguh mau belajar lagi di kelas Pascasarjana. Ataukah ini teguran dari Tuhan untuk menghentikan langkah saya?
        Aduh, betapa isu kesehatan bisa mempengaruhi semua rencana kehidupan ya?
        Namun kalau sudah terlanjur opname kayak gitu, nggak ada waktu galau. Hanya fokus menjaga pasien sampai stabil dan dinyatakan sembuh lalu bisa pulang ke rumah.

        Bahaya Penyakit


        Baik penyakit Demam berdarah Dengue maupun Tipus (Demam Typhoid), duan-duanya bisa berbahaya dan mengancam keselamatan jika tidak mendapat tindakan cepat dan tepat. Gejala kedua penyakit itu sekarang juga tidak bisa disamaratakan lagi. Hal ini karena adanya perubahan genetik dari virus yang beredar, akibat penggunaan obat dan antibiotik yang irasional (kurang tepat).

        Waktu itu suami saya tidak mengalami demam panas tinggi, atau panas naik turun yang ekstrim. Dia hanya lemas dan meriyang (sedikit demam, bukan merindukan kasih sayang loh :D). Lebih dari 3 hari dia mengeluh pusing dan capek badan, akhirnya kami ke rumah sakit untuk memeriksakan diri. Karena demam sudah lebih dari 3 hari, maka diwajibkan untuk tes darah oleh pihak RS. Dan hasilnya ada indikasi demam typhoid yang cukup tinggi angka widal test-nya. "Tipusnya tiarap", gitu istilah dokternya yang sempat marah karena dianggap kami hampir telat datang.
        Waktu itu saya cemas luar biasa. Teringat cerita anaknya ibu kos di Bandung, yang meninggal karena sakit tipus ini. Aa Epi, itu nama almarhum. Menurut istrinya, saat itu dikira sakit maag biasa. Lalu dikira sakit demam berdarah. Hampir 2 minggu lebih mungkin, setelah di tes di RS berbeda, ternyata hasilnya demam tipoid. Tidak lama diopname, A' Epi kemudian meninggal dunia. Ternyata demam tipoidnya sudah menjalar sampai ke otak. Sehingga tidak bisa diselamatkan.

        Memang beberapa teman dan saudara sedikit meremehkan. "Kenapa sakit tipus aja pake opname? suamiku biasanya minum cacing aja beres, sembuh.", begitu komentar teman ketika menanyakan kabarku yang sedang menunggu di RS. Aduh, bikin galau kan?

        Begitu juga saat kedua anakku, hampir berurutan opname karena sakit Demam Berdarah Dengue. Tanda panas tinggi, naik turun, bintik merah tidak muncul sama sekali pada tubuh mereka. Keduanya hanya demam biasa, sekitar 38 derajat. Hanya mengeluh perutnya sakit tidak enak, badannya sakit semua bahkan disentuh saja rasanya sakit dan pegal lalu matanya merah.


        kalau anak-anak sakit, sampai opname, saya mikirnya macem-macem T_T
        Akhirnya, karena mereka tampak lemas, kami bawa ke rumah sakit. Demam "biasa"nya itu tidak turun-turun. Setelah di tes darah, akhirnya ketahuan Demam Berdarah Dengue. Kalau diingat saat itu, trombosit anak-anak saya tidak terlalu drop, namun fisik mereka lemas banget. Saya memilih opname tanpa memikirkan hal lain. 


        Komentar teman juga ada lagi, yang mengatakan bahwa Demam berdarah tak harus opname. Bisa dirawat sendiri di rumah sakit, asal ibunya telaten. Aduuhh, tidak, saya nggak bisa banget begitu. Saya pengalaman punya anak prematur - itu foto anak yang di bawah itu - anak kedua saya lahir prematur. Berada di dalam kecemasan antara hidup dan mati untuk anak itu sangat berat. Mending saya susah payah merawat di rumah sakit deh, asal dekat dengan para dokter dan tenaga medis. 

        Itulah kenyataan di sekeliling kita ya. Kondisi medis seperti ini sering disamaratakan dan dianggap berlebihan jika kita memilih menyerahkan tindakan pada penyedia layanan medis dan kesehatan. Padahal para dokter, suster, peneliti medis dan kerabatnya itu kan sekolahnya juga sulit, juga pinter gitu. Pasti ilmunya jauh lebih mumpuni dari kita, saya, orang awam. Saya percaya hal itu, maka menyerahkan kepada yang ahli, adalah pilihan terbaik. Apalagi ini bicara medis dan layanan kesehatan.

        Semakin ConcernPada Pencegahan Penyakit

        Yang saya tulis diatas itu terjadi  3 tahun yang lalu. Rasanya berat sekali kemarin itu. Dan sekarang juga, saya masih sering kuatir bakal terulang lagi. Mau sebagaimanapun kami menjaga rumah untuk bersih dan sehat, lingkungan sekitar perumahan kami agak kurang mendukung. Ada sebuah Telaga dan semacam perkebunan kecil yang kurang terawat. Dipastikan banyak nyamuk dan serangga lain yang bisa menjadi carrier penyakit, entah itu Dengue, Malaria atau Cikhungunya. Belum bertebarannya virus di udara, mulai virus campak, cacar air, penumonia, meningitis dan yang paling umum, influenza. 

        Apa iya, kita kemana-mana harus memakai masker hidung. Sedikit-sedikit menggunakan gel antiseptik. Mencuci pakaian dengan cairan antiseptik. Super clean begitu malah bahaya juga katanya, bikin tubuh kita kurang kebal terhadap penyakit.

        Kalau lingkungan luar tidak bisa dikendalikan sepenuhnya, maka perlu ada tindakan pencegahan dari dalam tubuh kita sendiri nih. Memanfaatkan fungsi imunitas tubuh yang sudah dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Baik.

        Konsep imunitas tubuh itu semacam perang antara zat asing tubuh (virus, bakteri, jamur). Jadi ketika ada benda asing masuk ke dalam tubuh, akan terjadi reaksi imunitas. Tubuh menghasilkan “zat pembunuh” benda asing itu, sehingga tubuh mempunyai kemampuan menyerang benda asing atau “menyembuhkan” dirinya sendiri. Nah konsep inilah yang diambil dari Vaksinasi.

        Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh. Sehingga nanti tubuh bereaksi terhadap vaksin, lalu menghasilkan zat kekebalan yang diperlukan jika virus sejenis masuk ke dalam tubuh kita. Kalau ditilik di jaman modern gini ya, waduh, buanyak sekali jenis vaksin loh, sampai bingung milihnya. 


        Vaksin adalah sediaan biologis yang meningkatkan kekebalan terhadap penyakit tertentu. Vaksin biasanya mengandung agen yang menyerupai mikroorganisme penyebab penyakit, dibuat dari mikroba yang dilemahkan atau mikroba mati atau toksin atau salah satu protein permukaan bakteri/ virus. [Wikipedia]

        Untuk anak bayi juga, dulu hanya 5 Imunisasi Dasar [BCG, CAMPAK, DPT, HEPATITIS A&B, POLIO], sekarang bertambah lagi seperti HIB, IPD/PVC, MMR, ROTAVIRUS, INFLUENZA ANAK, TIFOID ANAK DAN VAKSIN COMBO. 


        Kemudian tumbuh juga jenis vaksin untuk orang dewasa, seperti vaksin untuk CACAR AIR DEWASA, HEPATITIS A&B, HPV-KANKER SERVIKS, TYPHOID, INFLUENZA DAN PNEUMONIA.

        Loh kok tau sih?
        Iya, ini berkat datangnya ibu mertua saya itu tadi. Setelah insiden stripping opname anak dan cucunya, beliau  makin sering datang ke rumah. Tujuannya ya menjadi pengawas kesehatan :). Suatu hari beliau membawa informasi adanya In Harmony Health Clinic (IHHC). 

        "Lihat nih, suamimu suruh ambil vaksin Typhoid. Biar nggak kena tipus lagi. Nggak kumat lagi." kata ibu mertua. 
        Vaksin Typhoid, vaksin mencegah penyakit tipus

        Saya tersenyum aneh gitu, sambil bercanda menjawabnya, "mas Zam takut jarum suntik loh mak. Ini dari kemarin sudah disurun vaksin sama kantornya, malah vaksin influenza juga dia nggak mau. Takut katanya."

        Vaksin Influenza, pencegahan penyakit flu atau ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
        "Panggil emak aja kalau dia lagi mau disuntik. Biar emak yang anter!", jawab emak singkat.

        Buahahahaha, saya ngakak kenceng banget melihat wajah suami jadi pucat. Pulang kantor mendadak diberondong  ancaman kudu disuntik.

        Karena penasaran dengan informasi IHHC dari ibu mertua, saya pun meluncur ke websitenya In Harmony Health Clinic.


        Apa sih itu In Harmony Health Clinic (IHHC)?

        Untuk menjawab trend pencegahan penyakit di tahun 2020, IHHC dibuat. 

        In Harmony Health Clinic (IHHC) adalah sebuah layanan kesehatan modern yang berkomitmen untuk menciptakan pusat pelayanan kesehatan menyeluruh. Bener-bener holistik, mulai dari opsi layanan medis, alternatif dan preventif. IHHC ini punya visi untuk menjadi pelopor klinik imunisasi dan vaksinasi terlengkap, terdepan, serta pengembangan layanan preventif terkemuka di Indonesia.

        Ini penting loh. Sebuah one stop solution yang memberikan layanan kesehatan berkualitas, terjamin dan terpercaya. Aneka vaksin yang saya sebutkan sebelumnya, itu tersedia di beberapa tempat. Di klinik dokter anak, klinik dokter umum, puskesmas bahkan saya pernah ditawari bidan dekat rumah, di tempat prakteknya yang sederhana dan kurang bersih,  untuk suntik vaksin HPV-Kanker Serviks. Waktu itu saya hanya diberikan beberapa brosur dan penjelasan bahwa jika ingin vaksin, maka harus inden dulu dan bayar DP. Antara percaya tidak percaya, saya dengarkan penjelasan bidan. Namun terbesit di hati kecemasan terhadap, “siapa lembaga yang memberikan vaksin? Apakah negara? RSUD? Atau Cuma pabrik produsen vaksin?”. Karena saya tidak yakin, maka saya tidak melakukan saran bidan. Salah suntik vaksin, bisa berabe deh gue…. Itu saja yang saya takutkan >.<

        “Ingat loh Hen, anak-anaknya dijaga. Suamimu juga dilayani yang baik makannya. Bla..bla..bla..” nasihat berulang yang selalu diucapkan ibu mertua sebelum beliau pamit pulang, dan diulangi lagi ketika beliau menelepon. Uulalalaa…
        Saya dan suami pun menyingsingkan lengan baju dan bekerjasama, berkomitmen untuk semakin hidup sehat. Tujuannya Cuma satu, mencegah penyakit. Walaupun ketika opname, biaya rumah sakit ditanggung asuransi dari kantor suami. Tetapi ya, perlu diketahui, biaya dan lain-lain ketika ada yang opname itu juga bikin pengeluaran membengkak. Ekstra makanan, ekstra keperluan seperti minyak kayu putih dan hal-hal yang membuat pasien nyaman serta penunggu pasien sehat jiwa raganya. Sehat itu mahal? Lah, sakit lebih mahal bro :)

        Kami menjaga pola makan kami. Selain lebih sehat, juga lebih mengatur hati agar ketika makan itu perasaannya damai, menikmati, mensyukuri makanan yang ada. Terkadang karena faktor kelelahan dan kesibukan, saya tak bisa memasak dan menyajikan makanan sehat. Maka yang saya tanamkan pada keluarga adalah perasaan syukur terhadap makanan yang ada.
        “Ayo dimakan sate ayamnya. Bismillah, niat menjadi jalan rejeki penjual sate ayam. Semoga kita sehat.” Aneh, nggak aneh, kami lakukan juga hal ini. Untuk mengatasi ketidaksempurnaan dalam usaha memberikan makanan sehat. Dari konsep Revolusi Makan, cara ini bisa menanggulangi metabolisme tubuh jadi lebih baik dalam mengolah makanan apapun yang masuk tubuh. Ikhlas bikin sehat, gitu lah kira-kira. Tentu saja komitmen makanan sehat, kami optimalkan sekuat tenaga. 

        Kami pun menggiatkan diri berolahraga, bergerak. Empat buah sepeda sudah siap menemani kami mencari keringat di akhir pekan. Anak saya hobi main badminton, ya sering main di depan rumah. Suami malah mempraktekkan jenis senam unik, Senam Empet-Empet (Lin  Tieng Kung), yang marak di Surabaya. Biar geraknya sederhana, nih senam bikin keringat kita mengucur deras loh, padahal senamnya di dalam rumah nggak kena sinar matahari.

        Selain makanan dan olahraga, kami berusaha makin harmonis. Makin akrab dalam keluarga. Menikmati betul detik demi detik bertemu keluarga dalam keadaan sehat. Ketika suami sedikit spanneng dan keras terhadap anak-anak, saya sering mengingatkan, “ingat jaman mereka opname. Kita paniknya luar biasa. Mikirnya macem-macem. Sekarang kalau kita bangun pagi, terus ketemu mereka sehat aja udah syukur loh. Terlebih melihat mereka tertawa gembira. Sudah itu cukup, jangan dibebani banyak pikiran. Toh masa depan anak bukan milik kita lagi.”
        Ya, kami berusaha mengendalikan pikiran, emosi dan memanajemen stress supaya tidak menurunkan kekebalan tubuh.

        Satu resep warisan lagi yang saya lakukan untuk menjaga kesehatan adalah dengan minum jamu. Ya, kebetulan ibu saya adalah penjual jamu ketika saya masih SD. Jadi, saya sudah biasa minum jamu. Ibu, menjual jamu seduh merek terkenal juga jamu rebusan sendiri. Untuk menjaga kesehatan, ibu menyarankan saya membuat minuman rebusan kunyit, temulawak dan asam jawa ditambah sedikit gula batu. Ini minuman favorit kami.



        Jamu adalah pengobatan tradisonal warisan Nusantara, perlu diwadahi lembaga medis terpercaya seperti IHHC



        Kalau sekarang, jamu dikategorikan pengobatan alternatif ya, atau Herbal. Nah ternyata di IHHC juga bakalan ada loh layanan Herbal. Dengan kualitas tenaga profesional di IHHC, produksi herbal-nya bisa dijamin aman. Karena kadang berbahaya juga kalau kita tidak tahu takaran atau efek samping dari obat Herbal atau jamu. Di IHHC ada divisi khusus yang menangani yaitu In harmony Alternative (IHA). Asik ya, jamu tradisional bisa naik kelas. 

        Wis pokoknya, ingat pencegahan penyakit, ingat lembaga kesehatan terpercaya, ingat In harmony Clinic.Ingat ibu mertua, juga ingat In Harmony Clinic :)

        Semoga Sehat Selalu.
        @HeniPR 

        keterangan : foto vaksin dan selain foto anak dan suami, diambil dari website In Harmony Clinic.