Oogway dan Katara, Dua Tokoh Fiksi Yang Menginspirasi

1 comment

Master Oogway memejamkan mata. Masih dengan tenang dia menjawab cemoohan musuhnya yang gagal mengalahkannya. Jawaban master Oogway, kura-kura tua gurunya si Kungfu Panda itu nanceep banget di hati saya.

"Memang bukan aku yang ditakdirkan untuk mengalahkanmu."

Wow, master. Yang ilmu kungfunya mumpuni. Tidak masalah jika dia bukanlah jalan solusi dari semua masalah. Jadi tertohok, nyadar. Teringat lagi saran seorang teman. "Bantu dirimu sendiri dulu, Hen, baru bantu orang lain."

Ya, mereka berdua benar.
Saya pernah ada di masa ingin jadi "superhero". Segala ada masalah, langsung dipikirin dan maju ke depan. Pasang badan. Merasa wajib jadi pahlawan. Ga peduli diri sendiri lapar, capek,pusing atau jadi banyak pikiran.

Merasa bersalah jika tidak berbuat sesuatu itu, yang menjadi motivasi saya jadi (sok) pahlawan. Hasilnya? Lebih banyak nggak sesuai harapan. Yaa, namanya hidup orang coy, nggak bisa dalam kendali. Mau sejontor apapun bibir kita ngasih edukasi, yang namanya karakter ya karakter. Udah deh, saya mengamini master Oogway saja. Jika belum bisa mengulurkan tangan, mungkin bukan saya yang ditakdirkan jadi jalan.

Dengan ini, saya jadi tenang.
Makin tenang, kuat, kalem dan mengikuti arus air. Saya juga berusaha tegar dengan segala kondisi pahit yang telah terjadi dan yang akan datang. Masih punya akal sehat dan hati nurani "keibuan" seperti Katara Sang Pengendali Air.

Katara.
Dengar nama Katara saja, saya suka.
Jika ditakdirkan mendapat anak perempuan,  mungkin akan saya beri nama Katara Mumtaz deh :)

Saya suka gestur Katara yang tenang, sigap dan kuat dalam mengendalikan air. Dengan gerakan Chi, Katara mampu mengendalikan air, uap air dan es. Sehingga bisa melindugi sekaligus menyerang.

Gitu deh asiknya. Kalem aja kalau mau ngapa-ngapain. Tenang belajar sepenuh hati. Berlatih tiada henti. Dan berisiklah hanya dengan karya asli.

Itulah tokoh fiksi yang menginspirasiku.
Bagaimana dengan anda?

Semoga menginspirasi.
Heni Prasetyorini

Anakku Ingin Masuk SMK dan Saya Jungkir Balik Untuk Mendukungnya

2 comments

Di keluarga besar kami, belum ada satu pun generasi kedua yang masuk SMK. Sekolah Menengah Kejuruan.
Yang ada, kakak perempuan saya no. 2, dulu masuk SMEA Swasta pinggiran. Dan itu bukan karena pilihan, melainkan karena nilainya kecil, tidak diterima di SMA Negeri.
Jadi, persepsi keluarga besar kami masih begitu. SMK adalah pelarian karena tidak diterima sekolah umum negeri.

Awalnya, saya dan suami juga merancang hal yang sama. Sealur dengan kami berdua, kami ingin anak-anak kami juga begitu. Masuk SD,SMP, SMA, kuliah, kerja.
Akan tetapi, saya mulai melihat gelagat berbeda dari anak sulung saya. Sampai suatu saat, ketika dia hampir naik kelas 2 SMP, dia bilang kalau nanti lulus, mau masuk SMK saja.

"Aku ingin tiap hari bisa "main" komputer, ma."
Itu alasan yang dibuat anakku.

Main disini, bukan sekedar main game atau main-main. Tetapi dia ingin mengeksplorasi komputer, internet, software, dunia animasi dan game developing.

"Aku ingin jadi hacker!"
Itu kalimat spontan yang dia ucapkan beberapa kali.

Hacker?
Anakku mau jadi penyusup ke database orang?
Merusak jaringan keamanan negara?
Haduh, panik. Saya panik. Terlebih suami saya, dia jauh lebih panik. Sekuat tenaga dia menolak rencana anak saya. Dia berusaha meminta saya membujuk anak saya. Dan itu saya lakukan juga.

Note: belakangan saya ketahui kalau penyusup itu bukan hacker namanya, tapi crack'er. Kalau hacker baik konotasinya. Begitulah, saya juga belum begitu paham :)

Namun, sejak mula saya tidak ingin jadi ortu yang otoriter. Saya pun tak mau hanya nuruti alur mainstream yang dianut kebanyakan orang. Saya punya patokan dan kekaguman luar biasa, kepada siapa saja yang mempunyai profesi yang disukai. Entah itu pelukis  penulis, penjual tahu tek legendaris atau bahkan guru.

Saya suka sekali mengamati pancaran mata mereka, nada bicara yang berapi-api, ketika menceritakan pekerjaannya. Profesinya. Bukan jumlah harta bendanya. Saya ingin anak-anak saya seperti mereka.

Maka dari awal, saya berusaha mengamati minat dan bakat anak-anak saya. Dan sebisa mungkin saya arahkan.

Kembali ke anak sulung saya. Dia memang punya minat dan bakat besar pada dunia komputer dan Teknologi Informasi.

Saya ingat, waktu dia masih umur 3 tahun, sudah bisa mengganti screen saver komputer, tanpa diajari siapapun. Dia hanya mengamati saya dan bapaknya ketika ngetik di komputer.

Lalu berkembang dia main game di komputer. Serta apa saja dia oprek. Sampai ada file ilang, hard disk rusak bahkan motherboard yang harganya lumayan itu, kudu ganti beberapa kali.

Untuk mengatasi kegemaran main game, saya arahkan dia menulis review di blog. Namun, akhirnya dia memilih membuatnya di you tube. Dan itu semua prosedur, aplikasi, software apapun, dia pelajari sendiri, dia cari sendiri, didonlot sendiri. Kami hanya menyediakan wifi dan menambah spesifikasi CPU.

Bahkan menguprek coding pun dia coba. Itu semua berkat kegemarannya pada game Minecraft.

"Aku ingin jadi programmer!" Sekarang itulah yang ingin dikerjakannya.

Bagaimana saya jungkir baliknya?
Fiuuhhh keringat saya banjir jika mengingatnya.

Pertama, Saya berusaha keras mencari pendukung atau info alternatif bahwa pilihan anak saya tidak salah. Setiap ada kegiatan blogger yang berkaitan dengan game, coding,programer, saya ikuti. Dengan muka tembok, saya hampiri narasumbernya yang biasanya programmer atau game developer.

"Maaf mas, kenalkan saya bu Heni. Anak saya suka game, ingin belajar pemrograman dan ingin masuk SMK. Boleh kita sharing?"

Alhamdulillah mereka pada baeeek semua. Mau ngikutin aja ulah emak-emak kayak saya.

Kedua, saya masih harus meyakinkan suami saya bahwa pilihan anak saya tidak salah. Dan ini beratnya minta ampuun. Suasana rumah jadi tegaaang. Anak saya bete, suami bete. Saya kejepit di tengah.
Perlahan saya yakinkan suami, bahwa saya kenalan dengan para programmer dan game developer. Bahwa persepsi kami selama ini keliru. Mereka bukan sekedar orang malas yang kerjaannya cuma main game.

"Tapi anak kita laki-laki. Harus kerja ngasih nafkah anak istrinya nanti. Kalau SMK ntar nggak bisa kerja bagus. Cuma jadi "pekerja". Nggak bisa kuliah, susah." Begitu argumen suami saya sebelumnya.

Dan jawaban saya adalah, "justru karena anak kita laki-laki, biarkan dia ambil keputusan sendiri. Sesuai minatnya. Sekarang jamannya dunia kreatif. Buanyak peluang kerja terbuka, bahkan mereka bisa bisnis sendiri. Hey, mereka generasi Z, generasi millenial, nggak bisa dipaksa kaku seperti kita dulu. Ayo ikut aku, kenalan sama narsum yang kutemui kemarin itu."

Begitulah seorang ibu ya. Mau ada granat pun berani diinjak demi kebahagiaan anaknya.

Untunglah sekarang pamor SMK semakin naik. Terlebih kakak sulung saya bercerita tentang Jerman. Disana ekonominya kuat karena banyak lulusan SMK yang siap kerja dan buka bisnis sendiri. Beliau pun menggiatkan pentingnya SMK bersama bapak Anies Baswedan, ketika bertemu di Indonesia atau Jerman.

Begitulah. Anak saya ini akademisnya lumayan. Juara kelas dan rangking 3 paralel. Kami dulu yakin, dia akan jadi ilmuwan. Ternyata dia nggak begitu minat otak-atik rumus seperti kami. Tapi sekarang, ilmu IT nya melejit sendiri dan kami tidak paham.

Baru setelah saya ikut Coding Mum kemarin, saya sedikit ngeh dengan kerjaan anak saya.

Sekarang, saya dan suami sudah plong menerima rencana anak saya. Dia sekarang masih kelas 3 SMP atau kelas 9. Anak saya dan saya berkomitmen belajar lebih giat agar tembus ke SMKN 1 Surabaya. Yang kabarnya terbaik untuk jurusan pemrograman. Khususnya jurusan RPL (Rekayasa Piranti Lunak).

Alhamdulillah dari acara Female Dev dari Intel XDK kemarin, saya kenalan dengan YR, alumni SMKN 1 Sby. Gadis manis berjilbab lebar itu, saya akrabi sepenuh hati. Demi informasi, motivasi sekaligus tempat nanya-nanya trik lulus dan dapat masuk PENS ITS tanpa ujian.

Semoga langkah kami tepat.
Mengarahkan anak sesuai minat dan bakat.

Bagaimana pendapat anda?

Semoga menginspirasi.
- Heni Prasetyorini -


Ide Membuat Superstart Education Training Sebagai Materi OSPEK Siswa Baru

1 comment
the secret in education lies in respecting the students

Hari Senin depan, sudah terbuka gerbang sekolah setelah liburan panjang. Berkaitan dengan penerimaan siswa atau mahasiswa baru, maka isu lama kembali berkembang. Yaitu isu tentang OSPEK atau LOS atau MOS. Ketiganya memberikan makna yang sama, yaitu suatu kegiatan untuk Orientasi Siswa baru, agar siap masuk ke jenjang pendidikan baru. 

OSPEK yang "kejam", aneh, nggak masuk akal, penuh "bullying" dan menciutkan nyali siswa baru, sudah saya alami beberapa kali. Jaman dulu, semakin "kejam", panitia semakin yakin itu adalah cara paling baik dan elegan untuk mempersiapkan adik-adik kelasnya. Biar mereka kuat mental, kuat fisik dan siap belajar adalah alasan yang diambil dibalik hidden agenda sebagai "balas dendam" terhadap perlakuan tak enak dari senior senior sebelumnya. Hal ini terus saja berputar putar seperti lingkaran pemain Roda Setan yang ada di acara Pasar Malam. Serem, bikin deg-degan namun asik jadi "tontonan".

Menyadari resiko besar dan berat dari konsep ospek kejam ini, maka para pemerhati pendidikan dan pemangku kebijakan pendidikan melakukan segala cara agar kita bisa memberikan masa orientasi siswa baru lebih akademis dan elegan. 

Siswa baru perlu disiapkan untuk siap memasuki kelas belajar. Maka perlu diberikan pengenalan secara akademis, kreatif dan masuk akal. 

Jangan ada lagi tugas menghitung jumlah beras, kacang hijau atau bicara pada spion. Itu tidak masuk akal. Lebih baik, mereka diberikan training cara membaca cepat, mencatat dengan mind map, dll. 

[Bpk. Anis Baswedan. Good Morning Net TV, 14 Juli 2016]

Kebetulan, konsep memberikan materi pendidikan di masa penerimaan siswa baru itu, pernah saya buat sewaktu kuliah pascasarjana Teknologi Pendidikan di Unesa. Tugas yang diberikan oleh dosen materi Teori Pembelajaran ini, saya beri nama SUPERSTART EDUTRAINING. Konsepnya silahkan dibaca dari 3 gambar slide dibawah ini:

superstart education training
Superstart Edutraining meliputi konsep :
Super Learning, Learning Style, Brainbased Learning dan Smart Spirit



Superstart Edutraining adalah konsep pelatihan singkat untuk siswa atau mahasiswa baru, dengan dasar mempelajari dan menguasai bagaimana cara belajar yang tepat dan efektif ( Learning How To Learn). 

Di sekolah formal, kebanyakan kelas belajar atau proses belajar dilakukan secara klasikal (bersamaan). Salah satu kendala dengan cara ini adalah adanya perbedaan gaya belajar tiap siswanya. Ada yang suka belajar dengan gambar, suara atau dengan jumpalitan dan bergerak. Yang disebut dengan gaya belajar visual, audiotorial dan kinestetik. 

Jenis dan tipe gaya belajar ini sudah bawaan tiap anak. Secara biologis, setelah diteliti, ternyata di bagian otak mereka ada perbedaan. Yang bergaya belajar visual, ada bagian otak yang lebih aktif dan banyak sel neuronnya. Begitu juga dengan lainnya. 

Kalau mengingat jaman saya sekolah dulu. Duduk manis, nggak boleh banyak gerak, membaca buku, mengerjakan soal, maju ke depan untuk mengerjakan soal atau menghafal perkalian dan selesai pulang. Nah, cara itu seyogyangya tidak lagi diterapkan sekarang. Kasihan dengan anak audiotorial yang butuh musik dan lagi untuk belajar, terlebih untuk anak kinestetik yang harus bergerak agar memahami materi belajar.

Begitu juga dengan cara mencatat. Saya masih sedih melihat teman anak saya atau "siswa" saya yang masih berusaha keras mencatat dengan tulisan yang rapii jali, pakai garis sana-sini. 
Haduuhh itu soo yesterday.

Sekarang jamannya bikin MIND MAP. Mencatat dengan banyak alur, coretan, gambar, warna yang kalau dilihat jadi kayak benang kusut atau spider web (jaring laba-laba). 

Mind Map tentang Gaya dibuat oleh anak saya waktu kelas 6 SD

Namun, jika dilakukan dengan tekun, mencatat ala mind map ini bisa mengoptimalkan cara belajar. Karena tiap KATA KUNCI bisa sambung-menyambung. 

Selain BELAJAR CARA BELAJAR, dalam konsep Superstart Edutraining juga saya masukkan ESQ (Emotional Spiritual Quotient). Yaitu mengembangkan konsep citra diri positif untuk emosi positif serta mental spiritual untuk kembali menguatkan mental anak-anak bahwa semua ini porosnya adalah DARI TUHAN DAN UNTUK TUHAN. Jadi, belajar juga bagian dari ibadah. Maka itu, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh.  

Silahkan mengadopsi konsep Superstart Edutraining ini dalam lembaga belajar yang teman-teman kelola. Atau bisa diusulkan sebagai training reguler. Jika ada hal yang ingin didiskusikan, silahkan mengontak saya secara pribadi. Jika saya belum bisa memberikan solusi, nanti saya panggilkan guru-guru saya yang banyak tersebar di jagad raya ini. Mari kita tumbuhkan semangat belajar itu menyenangkan dan bagian dari ibadah. 

Semoga bermanfaat.
-Heni Prasetyorini-

Untuk ngobrol langsung, silahkan mention saya di twitter @HeniPR atau facebook Heni Prasetyorini

Benar Sekali! Cantik Itu Dari Hati, Menjadi Diri Sendiri Dengan Penuh Percaya Diri

4 comments
Sometimes people are beautiful. Not in looks. Not in what they say. Just in what they are. 
wardah cantik dari hati


Cantik itu seperti apa sih?
Apakah aku cantik?
Bagi beberapa perempuan, menjadi cantik adalah sebuah hal biasa, lumrah dan mudah.
Namun hal itu tidak berlaku untuk saya.

Jika cantik itu feminin, manis, memakai baju perempuan. 

Maka, saya tidak cantik.


Perlu diketahui, saya lahir di kota besar, Surabaya. Kota yang metropolis, yang menurut ibu saya "kurang aman". Untuk itu, sejak kecil, ibu membiasakan saya dan semua anak perempuannya untuk siaga menjaga diri. Salah satunya dengan memakai celana panjang.

Dalam perkembangan, saya merantau, saya tak sekedar sebagai gadis bercelana panjang. Tapi menjadi gadis berjilbab yang tomboy. Bukan karena genetik tapi karena keadaan. Ya, saya sengaja berjalan, bergerak, berpakaian seperti laki-laki, supaya aman. Supaya tidak ada yang berani menggoda dan melukai saya ketika saya berangkat sendirian naik bus atau kereta api selama belasan jam. Atau saya tetap aman ketika berjalan kaki pulang ke tempat kos, di tengah malam, setelah mengikuti kegiatan kampus. Celana jins, kaos atau kemeja panjang, jilbab polos dan sepatu kets adalah perlengkapan andalan.

Alhamdulillah, Tuhan Mahabaik.
Gadis tomboy ini diberikan jodoh. Yang selain menerima apa adanya, juga memberikan proteksi luar biasa untuk menjaganya. Sebuah kondisi yang berbeda 180 derajat. Dari terbiasa sendiri menjadi kemana-mana harus ditemani. Demi keamanan, itu juga alasan suami saya. Dia tidak ingin saya sendirian seperti dulu. Apalagi kejadian buruk semakin banyak diberitakan sekarang.

Apa dampaknya?
Karena saya tidak perlu jadi "laki laki" lagi, mendadak saya ingin sekali jadi perempuan.
Lucu ya?
Perempuan kok ingin menjadi perempuan.

Maksudnya, saya ingin seperti teman saya itu. Berpakaian cantik, berdandan dan merawat tubuhnya. Sesekali juga kongkow cantik untuk bergaul. Saya ingin mereka menerima saya. Tak lagi memelototi saya dari ujung jilbab ke ujung jempol kaki, mengernyitkan dahi, memandang celana jins belel, jaket lusuh dan jilbab bergo yang mereka lihat, ketika mereka bertemu saya di luar rumah.

Ketika ingin cantik hanya demi pandangan orang, percayalah, saya malah jadi babak belur tiada tara.


Alhasil, demi ingin tampil tampak cantik, saya pun ikut ikutan permak wajah. Tanpa pikir panjang, saya beli paket krim kecantikan, yang lumayan harganya untuk saya waktu itu. Promosi teman yang jual gencar. Dia juga kinclong banget wajahnya. Saya percaya aja kalau itu semua berkat krim yang dia jual. (yang ternyata tidak)

Saya pun memakai krim itu. Krim pagi, siang, malam, alas bedak. Hasilnya? Wajah saya gatal, panas dan berjerawat. Malahan teman penjual krim itu yang mentertawakan  wajah saya yang bopeng dengan alas bedak yang terlalu putih, di depan forum wali murid  yang saya ikuti. Malu banget. Saya sampai pamit pulang sebelum acara selesai. Kapok suwer deh.

Selain perkara wajah, saya juga terdistorsi hati untuk tampil feminin. Memakai rok. Gamis. Namun itu tak bertahan lama. Karena anak saya laki laki semua yang sangat lincah. Saya sering jatuh, terjungkal, atau baju kecantol standar sepeda motor ketika mengantar-jemput anak sekolah. Sampai yang parah, kaki kanan saya terkilir berulang kali, padahal kaki kiri saya sudah dioperasi karena  retak. Itu karena, ketika saya memakai rok, konsentrasi saya selalu bercabang dua. Antara menjaga langkah kaki dan jalan raya. Hasilnya, lebih sering di jalan jadi nggak konsen. Celaka deh.
Duh, cantik kok membahayakan ya.....

Hal ketiga yang saya lakukan juga. Kongkow cantik. Mulai ikut arisan sampai belajar make up. Demi cantik, saya membeli alat kosmetik yang disarankan. Gini pengen, gitu pengen, beli semua sampai numpuk banyak. Ikutan ngerik alis, demi wajah yang proporsional. Ikutan teman, tiap hari dandan, walau sekedar ke pasar. Rasanya? Saya riewuh sendiri mikirin baju apa besok? Lipstik warna apa? Jilbab apa? Matching nggak nih? jangan-jangan nanti dikomen nggak matching, atau selera ndeso. Haduuhh.

Kapok Jadi Cantik.
Saya Memutuskan Kembali Jadi "Laki-Laki"

Ribetnya ampun gitu untuk jadi cantik ya? saya sering iri deh dengan laki-laki, yang enak saja gitu. Habis mandi, habis wudhu, tinggal lap handuk, pakai baju, beres. Nggak perlu pake bedak atau kosmetik. Dan nggak ada tuh yang melototin dari ujung rambut sampai ujung kaki karena nggak dandan.

Mending kayak "laki-laki" aja deh, bomat, hati saya geram sendiri.
Akhirnya tiba suatu masa, saya ingin lepas dari semua usaha saya untuk menjadi cantik, dianggap cantik dan diterima sebagai perempuan cantik. Mau jungkir balik berusaha, teteeeep ada juga yang meremehkan penampilan saya.

Saya berpikir keras.
Sebandingkah usaha saya ? perlukah saya jadi cantik?                                                           

mending saya jadi cantik atau jadi orang yang berguna?


we believe true beauty comes from the heart. For us, beauty is much more than a pretty face. It's about feeling good and doing good, too. 

Sesuai kalimat di atas, saya memutuskan untuk mengalihkan konsentrasi pada hal lain. Terserah mau dikomentari, "nggak pernah facial ya?', "Selera bajumu jadul banget sih", "baju kok nggak match", endebrai endebrai....dah saya memilih tutup telinga dan tutup memori.

Saya memilih terus belajar, belajar dan mengajar hal baru yang berguna untuk diri saya sendiri dan orang lain. 

Saya kembali tidak peduli pada penampilan. Asalkan enak dipakai, nutup aurat dan saya bisa bergerak bebas tanpa terjungkal. Aman.

Saya sering mengulang-ulang bayangan bu Risma, walikota Surabaya, di benak saya. Beliau berpenampilan biasa. Namun cekatan, gesit ketika bekerja. Tegas ketika berbicara. Dan cerdas ketika berpikir untuk hajat hidup orang banyak. Sekaligus baik hatinya demi menolong sesama. Bu Risma, sering tampak berkeringat wajahnya, tanpa kosmetik sama sekali. Jilbab bergo-nya dan bajunya basah karena bekerja di taman Surabaya. Saya ingin seperti beliau saja. Nggak repot mikiri wajah. Repot mikir aja demi jadi berguna untuk kebaikan. Fix, Deal. Saya harus seperti itu.

Namun ternyata, tak bisa dipungkiri. 

Dunia ini juga ada sisi visual

Mau tidak mau, penampilan fisik harus diperhatikan


" Ajine Raga Saka Busana. Ajine Ati Saka Lathi "

Pepatah Jawa diatas artinya, kehormatan diri dilihat dari penampilan sedangkan kehormatan hati dilihat dari ucapan. Saya diingatkan terus oleh ibu tentang pepatah itu. Ya, ibu saya, walau ketika kami dalam kondisi ekonomi yang sulit, selalu menjaga penampilan diri. Bagi orang Jawa, menjaga kehormatan diri sebagai perempuan, artinya menjaga nama baik orang tuanya atau suaminya, jika sudah menikah.

Saya mencoba menolak pepatah itu, namun akhirnya luluh juga. Iya, ibu saya benar.
Saya harus membenahi diri. Jika saya ngotot hanya peduli penampilan non fisik, sepertinya saya harus pindah ke dunia roh. Atau berpenampilan seperti Valak. *LOL

Alloh SWT itu Indah dan Menyukai Keindahan. 

Aduh, kalau sudah membaca kalimat diatas, saya jadi makin nggak enak. Kekucelan saya selama ini, bisa saja memberikan pandangan buruk kepada agama yang saya anut. Muslimah kok kucel gitu sih. Siapa tahu, komentar itu sering mampir di benak orang yang melihat saya.

Ya, saya harus berbenah. Namun saya tetap tidak mau ngotot dan babak belur seperti sebelumnya. Saya kenali diri saya sendiri. Saya menyortir aneka ria kosmetik yang saya beli karena ikut-ikutan teman. Saya memilih yang aman, nyaman dan cocok untuk saya.

wardah cantik dari hati

Jadi, alat kecantikan yang saya pilih adalah ini:
1. Wardah Lightening Facial Serum 
2. Wardah Two Way Cake
3. Wardah Long Lasting Lipstik dan Exclusive Lipstik
4. Wardah Lightening Milk Cleanser dan Face Toner
5. Eyeliner
6. Pensil alis
7. Blush on


Untuk membersihkan wajah, saya hanya menggunakan sabun sulfur dan wardah cleansing kit. Saya nggak telaten kudu pake pelembab dan BB cream atau apalah untuk keseharian. Dengan facial serum wardah, nggak tahu tuh, kulit wajah jadi lembab, kenyal dan lumayan cerah. Jadi pake bedak bisa nempel nggak pake ada beludukan kulit yang kering kayak biasanya.

Untuk merias wajah, ya, super minimalis aja. Saya belum bisa conturing, shading atau apalah. Target saya hanya wajah tampak segar dan enak dipandang, tidak kusut dan kusam. Sebisa mungkin saya tidak lagi ngerik alis. Untung ada mbak Yonna Kairupan yang bikin tutorial bikin alis tanpa harus dikerik. Trus, kata mbak Yonna juga, jika kita berkacamata dan nggak mau repot pake eye shadow atau riasan mata, maka kuncinya juga penggunaan eyeliner dan maskara. Biar wajah kita tampak fresh.

wardah cantik dari hati
riasan minimalis dengan nyengir maksimalis :D

Memilih kosmetik juga dengan pertimbangan aman. Wardah halal adalah jaminan mutu. Saya yakin tak ada zat kimia buatan yang berbahaya, atau bahkan dari bahan haram. Long term pemakaian, wajah saya aman.

Lalu baju? Penampilan?
Saya berusaha sekuat tenaga untuk tampil rapi dan sesuai kondisi atau keadaan. Dan yang lebih penting. Kalaupun ada hal tak sesuai, saya tak mau ambil pusing. Saya akan semakin melebarkan senyuman. Menebarkan optimisme. Berusaha menyampaikan hal positif.

Dengan berjalan waktu, saya makin menerima diri saya sendiri. Saya bercelana panjang. Kadang juga tanpa riasan, karena habis wudhu males touch up. Mau pol-polan selalu tampil cantik, ya babak belur lagi saya. Apapun itu,  saya yakin, fokus untuk bisa cantik dari hati adalah pilihan terbaik. Fokus pada keinginan saya untuk terus belajar dan berbagi kebaikan atau manfaat kepada siapapun dan apapun. Konsentrasi terjaga, prestasi pun ada. Menyerahkan alat kecantikan pada Wardah yang halal dan terpercaya, seperti membagi porsi kerja kepada patner yang sudah kompeten di bidangnya. Tidak memberatkan pikiran.

Dengan begitu, saya bisa fokus untuk menjadi manfaat bagi sebanyak mungkin orang, sesuai dengan kemampuan yang saya miliki. Karena tidak berat dan terbebani, saya makin percaya diri. Tampil sebagai diri sendiri dan terus menerus menjaga hati. Karena dari sana kecantikan sejati terpancar. Bagaimana dengan kisah anda mencari jejak #cantikdarihati ?

Tulisan ini diikutsertakan dalam: