Hari Sabtu siang, 12 April 2013, akhirnya diputuskan agar anak sulungku, masuk rumah sakit untuk rawat inap. Tes darahnya menunjukkan hasil positif pada Tes Anti Dengue. Anakku terkena demam berdarah.
Sungguh diluar dugaan. Saya benar-benar tidak mengira, si sulung ini bisa terkena demam berdarah. Biasanya ketika saya mendengar pasien DB, hati saya ciut, ngeri sekali. Nah sekarang, anak saya sendiri yang mengalaminya.
Dari Tes Darah Lengkap, jumlah trombosit Aldo ini masih tinggi sebenarnya, 250ribu. Dengan range normal antara 100ribu - 400ribu. Namun, dengan adanya wabah DB di Surabaya, dokter menyarankan untuk opname saja.
Kronologi sakitnya Aldo ini sebagai berikut :
Hari Kamis siang, badannya mendadak demam. Tinggi juga, termometer badan menunjukkan angka 39,8. Lalu kuberikan obat puyer penurun panas. Obat puyer ini dari dokter spesialis anak tempat Aldo sakit infeksi virus kurang dari satu bulan yang lalu. Info dari Farmasi, puyer racikan boleh dikonsumsi sampai tiga bulan ke depan. Asalkan tidak ada perubahan warna, bau dan tidak menggumpal.
Puyer ini manjur. Panasnya turun sampai 37,8 derajat.
Malamnya, badan Aldo kembali demam. Dan tinggi sekali sampai 40 derajat. Kembali aku beri puyer dan aku kompres, dahi dan lehernya. Begitu terus sampai hari Jum'at malam.
Selain demam, Aldo juga mengeluh sakit perut. Mulai dari ulu hati, perut sebelah kiri atas dan seluruh perut. Aku pikir Aldo terkena masuk angin dan maag karena telat makan. Kebetulan hari Kamis itu libur karena ada try out anak kelas 6 SD. Biasanya kalau libur, anakku ini malas makan. Maka aku kerokin punggungnya dengan minyak tawon dan koin, lalu aku balur dengan remasan bawang merah di punggung dan perut. Cara ini biasanya manjur. Tetapi tidak, di Jum'at dini hari malah ada insiden. Aldo ini ke kamar mandi ingin pipis. Ketika akan kembali ke kamar, dia terjatuh di depan kamar mandi sehingga bapaknya kaget. Saya yang baru bisa tidur juga kaget. Sigap saya memberikan puyer demam lagi karena badan Aldo kembali panas. Matanya merah sekali dan dia selalu sangat kehausan. Sekali diambilkan minum segelas besar, langsung diteguk habis. Tumben sekali. Biasanya jika tidur, hanya minum barang seteguk dua teguk saja, ini segelas besar. Perilakunya aneh.
Bapaknya cemas sekali. Dan ingin saat itu juga berangkat ke rumah sakit. Tetapi aku tidak setuju. Karena di rumah tidak ada asisten rumah tangga atau saudara yang bisa dititipi adiknya Aldo. JIka kami berempat nekad ke rumah sakit dini hari, kemudian harus menunggu prosedur medis di ruang gawat darurat, aku kuatir yang sakit malah semuanya.
Dengan sok tenang sebenarnya, aku putuskan tidak. Besok pagi saja ke rumah sakit. Dan aku jaga kondisi Aldo dengan kompres dan siaga memberikan air putih jika dia mengeluh kehausan. Sambil terkantuk-kantuk, aku pijat kedua kakinya agar tidak terasa linu dan biar dia lebih nyaman untuk tidur. hampir satu jam kemudian, demamnya sudah turun dan dia tidur dengan nyenyak.
Kami pun antri di depan poli dokter spesialis anak. Sejak jam 8 pagi kami duduk disitu. Adiknya Aldo tidak sabar dan ingin pergi ke rumah neneknya. Akhirnya bapaknya mengalah dan mengantarkannya ke sana. Tinggal aku dan Aldo berdua menunggu. Tiba giliran kami, eh dokternya ijin keluar untuk ikut tim operasi Caesar. Aku kaget dan protes, pasalnya setengah jam sebelumnya, Aldo sudah mengeluh kedinginan. Badannya menggigil seperti habis berenang berjam-jam. Kupikir itu karena AC terlalu dingin dan badannya tidak fit. Suster mengukur temperatur badannya, karena hanya 37 derajat, kami disarankan tetap menunggu. Aku dan Aldo pun memilih menunggu di kursi luar, agar hangat. Karena cemas, aku memanggil bapaknya agar segera kembali ke rumah sakit. Baru setengah jam setelah bapaknya datang, Aldo kembali menggigil, dan semakin hebat. Karena kuatir, kami pun melarikannya ke ruang gawat darurat di rumah sakit itu juga.
Di ruang UGD, suster mengatakan bahwa Aldo menggigil karena badannya akan demam tinggi. Dan benar, suhu badannya lalu melonjak menjadi 38 derajat lalu 39 derajat, padahal sudah dimasukkan obat demam dari pantat.
Suster pun segera memanggil dokter spesialis anak tempat kami antri tadi. Dasar mungkin karena banyak pasien, kami yang seharusnya pas di nomer giliran itu tidak diprioritaskan. Dokternya kembali ke poli dan melayani pasien lain, sampai lebih dari satu jam. Aku tidak sabar dan tidak terima juga, karena posisi nomer antrianku seharusnya jadi nomer satu sejak dokter kembali dari ruang operasi. Nekad saja aku mengetuk pintu praktek dokter dan meminta beliau memeriksa Aldo di UGD. Aku tidak beranjak sebelum dokternya melangkah keluar pintu. *emak nekad*
begitulah, akhirnya Aldo opname.
Allahu Akbar, saya kaget dan cengar-cengir sendiri. Lah, baru sebulan yang lalu adeknya , si Aji, juga opname di rumah sakit ini karena demam dan menggigil terus. Kemudian di diagnosa sakit infeksi virus. Kemarin Aji dirawat di kamar 355. Sekarang Aldo dirawat tepat di sebelahnya, di kamar 353. Ya sudah, agar anak sembuh dan dirawat lebih baik daripada saya rawat sendiri di rumah, maka saya siapkan mental untuk sekali lagi menunggui anak saya rawat inap. Aldo juga nyengir, mungkin untuk menghibur hatinya sendiri dan hati saya, dia bilang "mari kita liburan ya ma,".
Mbak2 aq ngubek2 google nyari info db nemu artikel sampean..hiii...ini jg lagi kuatir refa kok ada tanda2 gak beres..aduh
ReplyDelete