Yang Penting Ilmunya

No comments
Pendiri Jawa Pos, pak Dahlan Iskan, sempat menyita perhatian saya dengan kisah hidupnya. Yaitu tentang kuliahnya yang tidak sampai lulus. Masuk kuliah hanya untuk mengetahui ilmunya saja. Ketika ilmunya sudah diperoleh, beliau memutuskan berhenti kuliah lalu mempraktekkan ilmunya itu di dunia kerja. Bagi saya itu terobosan yang luar biasa berani. Belum pernah seumur hidup saya bertemu langsung dengan orang seperti pak DIS ini. Bahkan tidak ada satu pun teman yang berhenti kuliah karena merasa sudah cukup ilmunya. Yang terjadi bisa saja karena memutuskan menikah dini atau malas meneruskan kuliah karena tidak cocok dengan ilmunya. Dan setelah mereka berhenti pun, akhirnya beralih untuk menekuni hal lain. Akibat salah pilih jurusan, begitulah intinya.


Saya mencoba mengerti jalan pikiran pak DIS ini. Beliau hanya focus pada isi ilmunya, bukan titel sarjananya. Nah, focus pada ilmu ini bisa luar biasa jika dibiasakan sejak anak-anak. Mereka sekolah, belajar itu karena ingin tahu tentang suatu ilmu. Mereka merancang masa depan ingin sekolah dimana, kuliah dimana, kursus dimana, atau belajar apa itu karena minat dan rasa ingin tahunya terhadap ilmu tertentu. Jika di terjadi, maka bisa luar biasa tekun, konsentrasi, focus dan bersemangatnya mereka.

Hal ini terus memenuhi benak saya, terutama ketika kemarin mendengar seorang ibu dan anak bercerita tentang persaingan masuk SMA Negeri dan Perguruan Tinggi Negeri. Yang disebutkan berulang kali adalah nama sekolah favorit dan taktik untuk bisa masuk ke sana. Misalnya,  Kalau ingin ke ITB, ITS, UI , dll, jalur undangan, usahakan masuk SMAN “B” saja. Nah dari SMPN “A” pun bisa saja masuk ke SMAN “B”, asal nilainya begini begini, caranya begini begini. Dan begitulah seterusnya.

Tidak satupun ada kalimat yang menyebutkan atau mereka perbincangkan, bahwa kalau kamu ingin belajar ini, ahli dibidang ini, maka ambil sekolah disini atau kuliah disini. Jadi yang utama adalah nama sekolahnya, bukan ilmu yang ingin dipelajari disana.

Sebenarnya hal ini begitu umum dan  jamak sudah sejak saya kecil. Itulah sebabnya, demi masuk PTN favorit, anak lulusan SMA biasanya main hantam saja ketika memilih jurusan kuliahnya. Tidak peduli sesuai minat dan kemampuan atau tidak, yang penting diterima di PTN favorit. Lalu setelah masuk PTN, dan tahu jika ilmu yang dipelajari kurang menarik minatnya, mulailah mereka merasa gerah. Kuliah asal-asalan, main copy paste, Cuma nongkrong kesana kemari dan tidak sayang untuk membuang waktunya dan biayanya sia-sia di kampus. Sungguh eman-eman, alias sayang sekali. Dan itu pun saya temukan terjadi pada beberapa teman saya sendiri.

Berkaca pada fakta ini, saya mulai tergelitik untuk terus memantau minat dan bakat anak-anak saya. Dan mencoba sebisa mungkin mengarahkannya untuk memilih apa yang akan ditekuninya nanti. Saya suka sekali mengamati orang yang telah memilih satu profesi dan menekuninya dengan sepenuh hati. Apapun itu. Apakah pelukis, peniup gelembung sabun, peneliti, penulis, pengusaha dan lain sebagainya. Maka, akan sangat menarik sekali jika anak-anak saya bisa mengisi hidupnya dengan sesuatu yang memang dia minati. Lalu berprofesi dengan keahlian yang baik di bidang itu.

 Dan yang lebih penting lagi adalah, saya ingin anak-anak begitu mencintai dan menghargai ilmu lebih dari embel-embel apapun di mata manusia di bumi ini. Ilmu apapun harus diarahkan ke semangat tauhid yang membuat mereka lebih mencintai Sang Pencipta, bekalnya untuk mandiri dan bermanfaat untuk alam semesta.

Semoga. Amin. 

No comments