Ingin Jadi Ibu Rumah Tangga? Benarkah?

10 comments
Untuk kesekian kalinya, ada teman curhat sekaligus konsul pada saya,kadang di malam hari. Entah lewat inbox fesbuk, chatting atau sms. Topik mereka sama : ingin resign kerja dan jadi ibu rumah tangga (saja) seperti saya ini.

Jika itu kenalan baru, biasanya awal disertai pujian dulu pada saya,yang mereka kira sebagai ibu rumah tangga yang sukses berbisnis sekaligus sukses ngurus keluarga.Baru kemudian mereka bertanya ini itu.

Yang biasanya mereka tanyakan, gimana caranya jadi ibu rumah tangga sambil bisnis, gimana mulainya, dan tentang kegalauan mereka mau resign apa nggak.

Menghadapi pertanyaan ini, saya sering geli aja sendiri. Pertama, saya heran juga kok bisa dibilang jadi IRT yang sukses bisnis. Saya amin-kan saja kalimat pujian itu. Kedua, saya bingung jika ditanya gimana caranya jadi IRT sambil bisnis ; karena saya gak pake mikir panjang pas mau jualan. Bondo nekad aja. Maka untuk menjawab hal ini,saya seringnya berbagi cerita saja,gimana saya memulai sebuah toko jilbab online.

Nah, untuk pertanyaan yang terakhir,jawaban saya gak pakai ragu. Dan cenderung tegas. Ketika mereka - para istri itu bertanya, mereka perlu resign apa ga ya? Langsung saya jawab "RESIGN saja ! Cari duit di rumah saja !"

Sering penanya jadi kaget dengan "kekakuan" saya ini. Nggak nyangka saya seenak udelnya aja nyuruh mereka berhenti dan tidak mempunyai gaji tetap lagi. Kayak yang saya nggak butuh duit aja.

Saya juga merasa sih, jangan-jangan para penanya ini sekedar uji coba perasaannya aja, nggak beneran ingin resign. Karena walau semanis apapun uraian tentang utamanya para istri dan ibu beraktivitas berbasis rumah, mereka tetep ragu-ragu melepas pekerjaan kantorannya.

Jika sudah begitu ngotot memberikan alasan kenapa dia harus tetap kerja, maka dengan cepat saya putus percakapan saya itu. Salah alamat saja sepertinya. Padahal nggak seharusnya saya begitu (saya pun sadar).

Tapi ya gimana, saya bilang saja : saya sekedar berbagi crita dan memberitahukan prinsip saya. Bahwa saya ini idealis, nekad dan berani melarat. Anak adalah alasan utama saya resign kerja. Memang kemarin-kemarin saya juga ragu mengambil keputusan. Karena ego saya ingin mandiri finansial lebih besar. Namun belakangan,ketika makin pasrah dan tulus menjadi IRT, toh rejeki lewat suami diberikan lebih mudah oleh اللّÙ‡ُ SWT. Dan dengan pengalaman ini,maka saya tanpa tedeng aling-aling mengatakan pada mereka yang bertanya itu dengan satu jawaban tegas. Jika kondisi menitipkan anak, dll tidak memungkinkan, maka RESIGN saja semoga lebih baik.

Semoga.. Semoga, saya harap begitu. Dan alhamdulillah juga, ada seorang teman baru juga yang dulu kerja di laboratorium negara,lalu hamil dan takut kehilangan anaknya lagi,sharing kepada saya. Dan saya yakinkan untuk berani memulai bisnis jika memilih resign. Dan sekarang dia sudah punya bisnis handycraft yang gejalanya makin laris.

Tentu, pendapat saya ini tidak mutlak benar dan bisa berlaku untuk semua orang. Namun saya ingin membagi prinsip nekad saya kepada mereka yang cemas kekurangan rejeki jika resign kerja.

Langit menyimpan banyak rahasia, termasuk rejeki kita. Kenapa dengan yakinnya kita hanya menganggap rejeki cuma dari kantor kita saja? Dan tetap bertahan disana dengan resiko anak-anak dan keluarga kacau atau tidak optimal?

Saya ingat kalimat bahwa Anak Shalih termasuk salah satu modal kita bisa nyangkut ke surga. Maka, bismillah dengan prinsip itu saya tak ragu lagi menjadi IRT - stay at home mom- dan fokus pada anak-anak.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

10 comments

  1. Kalo aku lebih suka menuliskan pro dan kontranya, karena jika ternyata pendapatan istri merupakan kontribusi yang signifikan, ya mesti dipikir 2x sebelum resign. Tapi itu pendapatku lo mbak, belum tentu juga cocok biat semua orang :)

    ReplyDelete
  2. mbak Ayu Ovira : salam kenal yaaa, dan makasih dah bacaaa. *toss ah :)

    mbak Hany : saya juga nggak yakin kalau pendapat/prinsip saya itu bisa berlaku untuk semua orang.
    jelas, saya kaku dan saklek dalam hal ini. tapi itu juga setelah melewati buanyaaak peristiwa.
    di keluarga saya sendiri, juga ada pro dan kontra - nya.
    namun, saya super bonek, ketika berdua sama suami memutuskan saya resign dan sejenak menutup mata dgn kebutuhan finansial. pasrah bongkokan pd kemurah hatian Gusti Alloh, yang pasti memberikan hasil pada manusia yang mau berusaha. itu saja prinsip kami.

    jadi ketika diawal, bisa dibilang, pontang-panting memandirikan diri sendiri, alhamdulillah, 10 tahun kemudian, everything is much better and steady. nah, itu yang mau kubagi ke mereka yang nanya padaku mbak Hany, hehehe. dan nggak semua setuju juga sih. hehehe

    tapi, ada juga yang setuju, dan berhasil :)

    yaa, begitulah, isu klasik emak-emak, ya mbak ya? hehhe

    ReplyDelete
  3. Salam kenal mbak Heny.. Keblasuk ke blog mbak nih.. So inspiring mbak.. Kebetulan ak ikutan bondo nekat, resign dari kantor karena kasian anakku 1,5 tahun ditinggal2 terus dari pagi sampe malem, waktuku abis dikantor dan jalan, cuma dpt sisanya doank, hiks..

    Smoga bisa mengikuti jejak mbak Heny ya.. pengennya bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat dari rumah. Jujur, ak orgnya mati gaya klo suruh stay dirumah aja. Hehehehe...

    ReplyDelete
  4. salam kenal juga mbak.
    sebenarnya saya nggak terpaksa banget sih jadi ibu rumah tangga, hehe.
    tapi emang juga, pas studi, impiannya berkarier dan terbang ke penjuru dunia.
    namun kata teman saya, laboratorium nggak cuman di kampus; jadi ibu rumah tangga, lab-nya bisa di dapur, di kasur anak, di teras, di rumah tetangga, dimana saja :)

    terus nambah teman aja mbak, biar makin gaya di rumah, nggak mati gaya. hehehe

    kadang kita hopeless di rumah, karena belum kenal mereka yang sukses dari rumah atau belum tau kerjaan apa yang asik juga kalo dikerjain di rumah [yang pasti tanpa macet dan ongkos bensin]

    ReplyDelete
  5. salam kenal juga mbak.
    sebenarnya saya nggak terpaksa banget sih jadi ibu rumah tangga, hehe.
    tapi emang juga, pas studi, impiannya berkarier dan terbang ke penjuru dunia.
    namun kata teman saya, laboratorium nggak cuman di kampus; jadi ibu rumah tangga, lab-nya bisa di dapur, di kasur anak, di teras, di rumah tetangga, dimana saja :)

    terus nambah teman aja mbak, biar makin gaya di rumah, nggak mati gaya. hehehe

    kadang kita hopeless di rumah, karena belum kenal mereka yang sukses dari rumah atau belum tau kerjaan apa yang asik juga kalo dikerjain di rumah [yang pasti tanpa macet dan ongkos bensin]

    ReplyDelete
  6. halo salam kenal mbak :) entah kenapa saya senang menemukan blog milik working-at-home mom yang bersemangat kayak mbak hehehe. saya itungannya masih mahasiswa, tapi sudah terpikir untuk enggak berkarier di luar. ingin bisa fokus ngurus keluarga sama ngembangin minat aja, barangkali bisa bermanfaat juga buat masyarakat. cuman yang jadi masalah, visi saya itu enggak bakal tercapai kalau "calon"-nya aja enggak ada. seolah "calon" itu faktor penentu deh. wallahualam bakal dipertemukan kapan, atau bakal dipertemukan enggak hehehe.

    nuwun udah diizinkan numpang sharing ya mbak. saya ingin bisa ketularan semangatnya mbak nih, apalagi buat mandiri secara finansial. :)

    ReplyDelete
  7. salam kenal Dayeuh. semoga segera nemu calon suami yang asik ya :)

    masa depan, milik masa depan.
    kalau sekarang Dayeuh bisa memulai sesuatu, kenapa harus ditunda?

    bekerja dimana saja, berkarir dimana saja, atau apapun itu bentuknya, ujung-ujungnya semua itu semoga dihitung sebagai ibadah kepada Alloh SWT.

    bahwa konsep perempuan harus mandiri, itusebenarnya juga sudah dicontohkan oleh istri Rasulullah Muhammad SAW. betapa sukses ibu Khadijah dalam perdagangannya, tentu itu tidak mudah.

    kita bisa berbuat sesuatu, maka mari memulainya sekarang, oke sweety :)

    ReplyDelete
  8. Anonim7/22/2013

    Lagi blog walking eeh terdampar di sini
    Salam kenal Mbak Heni...
    Dari jamannya hamil pengen banget suatu saat bisa resign.
    Pas bebiboy udah lahir keinginan untuk resign tambah besar apalagi sekarang nyari ART yang amanah kaya nyari jarum di tumpukan jerami.
    Bikin khawatir ninggalin anak di rumah.
    Sebelum resign pengennya sudah punya aktivitas apa gitu biar ga bosen di rumah karena berdasarkan pengalaman selama cuti melahirkan 3 bulan lumayan bosen juga cuma di rumah aja.


    ReplyDelete
  9. Aku resign sejak 2012 apa 2013, ya? Lupa. Tapi ya gitu setiap hari ada aja yang tanya, "prei, Yun?"
    Untuk memutuskan resign kudu berani bulat-bulat nelan keyakinan, Mbak. Kalau gak yakin, meskipun tanya ke seribu orang, gak bakal berani resign. Paling-paling bisanya cuma ngeluh hehe..
    Sekarang ketemu tetangga ngomongnya gini, "Uripmu kok enak, mlaku-mlaku terus" :D

    ReplyDelete