Nasihat dari Bunda Yoyoh Yusro [alm]

No comments
Yoyoh Yusro :
aku baru mengenalnya beberapa saat sebelum beliau meninggal.

Hal yang menarik tentang beliau bagiku adalah, anaknya banyak 13 orang, dan semuanya menghafalkan Alqur'an, udah gitu beliau pun masih aktif menjadi anggota DPR, pendakwah serta aktivis sosial untuk Palestina.



Sayangnya, belum sempat kuabadikan kekagumanku melalui tulisan, ternyata beliau sudah dipanggil oleh Alloh SWT. Dan dari beberapa catatan teman blogger, kurangkum sedikit demi sedikit hal yang bisa kuteladani dan kujadikan nasehat.

Berikut kupetik sedikit hal yang bisa dijadikan nasihat, dari blognya BUnda Pipit Senja. Lenkapnya ada disini


Membagi Waktu
Tentang memanaj waktu, seperti saya baca dari buku-bukunya Yusuf Qordhowi, terutama tentang waktu dalam kehdupan Muslim. Yang paling efektif manakala kita bisa tepat waktu, dan waktu kita menjadi produktif. Mengikuti cara Rasulullah, bangun sebelum subuh, kita berinfak, solat tepat waktu, dan merencanakan rencana siang hari sejak malamnya. Kalau waktu itu kita rencanakan dengan baik semuanya, insya Allah akan menjadi berkah.

Tarbiyatul Awlad atau Pendidikan Anak
Di rumah ada orang-orang dekat, saudara, adik-adik yang ikut mengawasi anak-anak. Untuk hal-hal yang bersifat penting, tidak diserahkan kepada hadimat. Saya berpikir bagaimana menjadikan mereka sebagai anak-anak yang sehat, intelektual yang memadai. Kemudian, benar bahwa anak-anak itu adalah hamba Allah yang taat. Suami sangat mendukung dalam melaksanakan konsep mendidik anak. Intinya, kita mendidik anak-anak mengikuti cara Rasulullah.
Sejak mulai hamil, mengandung, melahirkan, menyusui sampai saat anak bisa bicara, dan mengikuti apa-apa yang kita lakukan. Yah, dengan panduan bukuTarbiyatul Awlad. Sekuat tenaga, sebaik mungkin kita praktekkan. Ternyata ketika kita praktekkan nilai-nilai Islam dalam mendidik anak sangat beruntung. Misalnya, melatih anak berpuasa, solat, beraktivitas sosial, bersedekah sejak dini. Anak usia 2,5 tahun mulai diajak untuk berpuasa, begitu usia 3,5 tahun dia sudah terbiasa melakukan shaum di bulan Ramadhan.
Saya sangat terharu ketika ada anak yang lulus SMA, kemudian diterima di PTN favorit. Waktu saya ajak untuk makan bersama, dia bilang; “Gak Mi, saya lagi shaum Daud.” Ternyata bagi dia shaum Daud itu sudah merupakan kebutuhan dan kenikmatan. Semuanya bila kita ajarkan sejak kecil, sungguh sangat bermanfaat. Umpamanya dalam berjilbab, walaupun anak itu masih kecil, tapi karena telah dibiasakan berkerudung, nah kalau dia mau keluar rumah selalu berkerudung.
Saya melihat anak-anak yang mampu menghafal Al Quran, ternyata sangat cerdas secara intelektual dan emosional. Alhamdulillah, anak-anak yang saya didik menghafal Al Quran, mereka dapat lulus SPMB, sekolah di PTN favorit. Mendidik anak secara Rasulullah itu bagi saya sangat tepat. Boleh saja kita mengambil teori-teori dari luar, tapi itu hanya sebagai pengayaan.
Tanggung jawab orang tua dalam pendidikan keimanan, mengarahkan mereka mempunyai keimanan yang kuat. Saat anak mengeluh, kita bandingkan keadaannya dengan yang lebih tak beruntung. Sehingga dia tetap bisa kembali mensyukuri nikmat-Nya. Bagaimana mencintai Allah, mencintai Nabi, bukan mengidolakan ibu-ayah yang bisa saja berbuat kekhilafan. Mencintai Al Quran dan para pejuang Islam. Kita juga mendidik anak-anak tentang makanan yang halal.
Pendidikan akhlak; akhlak kepada orang tua, kepada sesama, kepada tetangga. Bagaimana anak bersikap terhadap orang tua, misalnya, saya mendidik mereka secara realis. Jika ada anak yang mengatakan hal-hal jelek, misalnya, saya tidak akan memarahinya, tapi mengusut dulu dari mana sumbernya. Intinya kita tidak boleh panik dalam mendidik anak.
Suatu saat saya cerita kepada anak-anak, bagaimana tentang perjuangan para mujahid. Anak-anak kemudian sama ingin mati syahid. Nah, kalau ingin mati syahid itu kita harus cerdas. Karena musuh akan menembak komandan duluan bukan prajurit. Jadi komandan itu bukan orang bodoh. Kalau mau cerdas harus belajar. Kalau mau belajar enak ya harus makan, sehat. Sudah solat? Belum. Nah, katanya mau menjadi anak yang benar. Intinya kita mengajak dengan bahasa yang sederhana dan bisa dipahami anak-anak. Dengan bahasa yang positif. Tidak perlu kita menatakan; “Kamu anak yang nakal!” Tapi bisa dengan; “Kamu anak yang soleh, tapi perbuatanmu tadi tidak benar, ya Nak” Atau; “Umi sayang sama Abang, tapi perbuatan Abang tadi seperti anak yang tak mau disayang…” Di rumah kami kata-kata penghakiman, hujatan, sesalan atau cemoohan diharamkan.

Keseimbangan Dunia dengan Ukhrowi
Intinya kita menikmati semua karunia Allah. Kapan saatnya kita harus menikmatinya, dan kapan pula harus menahan. Saya beri pengertian kepada anak-anak, meskipun mereka anak anggota DPR, tapi tidak harus selalu pergi sekolah diantar-jemput mobil pribadi. Makan tidak harus selalu di restoran, umpamanya. Saya sering perlihatkan isi tas; “Nah, ini amplop untuk Palestina, ini untuk infak, ini untuk yatim-piatu. Uang Umi tinggal segini. Kalau menuntut seperti keinginan kalian, mau gak kita pakai uang riba?” Akhirnya mereka bisa menerima kenyataan. Yah, kita harus realistislah, mengatakan apa adanya.
Misalkan, ada anak yang kepingin ponsel, ini biasanya setelah SMP. Itu juga pakai proposal; apa manfaatnya, apa mudharatnya. Ketika kecil anak-anak tidak dibiasakan menonton televisi. Nah, setelah besar, tiga anak mewakili dan bikin proposal bagaimana pentingnya televisi. Tapi itupun untuk acara-acara tententu saja, tidak yang membuang-buang waktu.
“Intimya saya masih terus belajar, baik sebagai ibu, sebagai politikus, sebagai wanita solehah,” pungkasnya merendah.

Kini, perempuan pilihan itu telah mendahuluiku, mendahului kit asemua. Semua kebaikan dan keikhlasannya dalam berbagi, baik ilmu maupun finansial, semoga menjadi pahala dan memudahkannya dalam perjalanan menemui Sang Khalik.
Selamat Jalan, Saudariku Cinta, Yoyoh Yusroh, sampai jumpa, bila waktuku tiba. (Pipiet Senja)

***






No comments